Padang (ANTARA) - Sejarawan dari Universitas Andalas (Unand) Sumatera Barat, Prof Gusti Asnan, mengatakan pengakuan tiga dokumenter Indonesia sebagai Memory of the World for Asia and Pasific oleh UNESCO merupakan momentum pemerintah untuk mengelola naskah kuno lebih maksimal.
"Dengan adanya pengakuan UNESCO terhadap Tambo Tuanku Imam Bonjol, ini seharusnya menjadi pemicu bagi pemerintah untuk lebih memerhatikan naskah-naskah kuno lainnya di tanah air," kata Prof Gusti Asnan di Padang, Kamis.
Ia menyakini masih banyak naskah kuno di Indonesia yang belum terawat dan butuh perhatian serius. Sekalipun naskah-naskah lain tersebut tidak sebesar Tambo Tuanku Imam Bonjol, namun tetap harus dilindungi dan mendapat perhatian.
"Jadi, ini adalah momentum bagi Indonesia untuk lebih mengapresiasi dan melestarikan keberadaan naskah-naskah kuno," ujarnya.
Pada kesempatan itu, dosen Fakultas Ilmu Budaya Unand tersebut juga menyambut baik pengakuan UNESCO terhadap arsip Indarung Semen Padang. Arsip itu merupakan bentuk pengakuan mahakarya yang hingga kini masih berdiri kokoh di Kota Padang.
"Ini saksi sejarah bahwa ada pabrik semen yang tertua di Indonesia bahkan di Asia Tenggara," ucap dia.
Ke depannya, pemerintah hanya perlu memastikan keberlangsungan dan merawat serta melindungi peninggalan bersejarah tersebut. Sebab, sebelumnya, Gusti menilai pemangku kepentingan terkait masih cenderung abai terhadap pemeliharaan Indarung I.
"Kadang-kadang kita prihatin juga dulunya Semen Padang ini (Indarung I) seperti terlantar termasuk arsip-arsipnya," kata dia.
Sementara itu, Direktur Utama PT Semen Padang Indrieffouny Indra mengaku bangga atas penetapan arsip Indarung I sebagai Memory of the World Committee for Asia and the Pacific oleh UNESCO.
"Penetapan ini merupakan wujud nyata bahwa PT Semen Padang peduli terhadap sejarah dari Pabrik Indarung I," kata dia.
Baca juga: Sejarawan: Tambo Tuanku Imam Bonjol berisikan sejarah Indonesia
Baca juga: Indah MAD sambut baik usulan 3 budaya Indonesia ke UNESCO
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024