Phnom Penh (ANTARA News) - Oposisi Partai Penyelamatan Nasional Kamboja (CNRP) mengumumkan bahwa mereka akan menggelar protes setiap hari dari mulai Minggu untuk mendesak pemerintah Perdana Menteri Hun Sen mengadakan pemilihan ulang menyusul tuduhan penyimpangan serius dalam pemilihan Juli.
"Komite Tetap CNRP baru saja memutuskan bahwa kita akan mengatur demonstrasi sehari-hari tanpa henti untuk menuntut pemilihan ulang yang akan segera diadakan," kata pemimpin CNRP Sam Rainsy dalam klip video yang diunggah di halaman Facebook-nya pada Jumat malam.
Dia mengatakan keputusan akan diumumkan di Freedom Park, ibu kota Minggu, ketika demonstrasi pertama dimulai untuk mendorong dilakukan pemilihan sela.
"Tolong, rekan-rekan, datang untuk bergabung dengan demonstrasi dengan kami," katanya.
Anggota parlemen terpilih CNRP Ho Vann mengatakan Sabtu bahwa unjuk rasa Minggu akan dihadiri oleh sekitar 20.000 pendukung.
"Kami akan berunjuk rasa di Taman Pembebasan besok, tidak ada demonstrasi di jalan-jalan," katanya kepada Xinhua.
Ia mengatakan protes setiap hari akan diselenggarakan dalam skala kecil di Freedom Park selama pekan depan, namun akan dilakukan secara besar-besaran dari 22 Desember dan seterusnya.
"Sekarang, kita tidak menuntut penyelidikan independen atas pemilu Juli yang disengketakan, tetapi seruan untuk pemilihan ulang secepatnya," katanya.
Wakil Perdana Menteri dan Menteri Dalam Negeri Sar Kheng pada Selasa menolak seruan oposisi untuk pemilihan ulang itu.
"Saya tidak tahu apa yang harus dilakukan jika mereka terus menolak hasil pemilu Juli," katanya kepada wartawan.
"Tidak mungkin untuk mengadakan pemilihan sela di Kamboja karena tidak ada alasan dan untuk mengadakan pemilihan ulang akan memakan waktu setidaknya satu atau dua tahun," katanya.
Dia mengatakan pintu Partai Rakyat Kamboja yang berkuasa tetap terbuka untuk negosiasi lebih lanjut dengan CNRP.
Sengketa politik antara partai berkuasa Hun Sen dan pemimpin oposisi lama partai Sam Rainsy telah berlangsung sejak hasil pemilu Juli menunjukkan bahwa partai yang berkuasa memenangkan mayoritas suara dengan 68 kursi parlemen dan oposisi meraih 55 kursi yang tersisa.
Pihak oposisi belum menerima hasilnya dan memboikot parlemen sejak saat itu dalam rangka menyerukan penyelidikan independen atas dugaan penyimpangan selama pemungutan suara, tetapi partai yang berkuasa menolak seruan tersebut, dan mengatakan itu bertentangan dengan konstitusi negara.
Salah satu protes pada pertengahan September berubah menjadi kekerasan saat pengunjuk rasa melempari polisi dengan batu dan polisi membalas dengan gas air mata, bom asap dan meriam air.
Akibatnya, seorang pengunjuk rasa ditembak mati dan beberapa lainnya terluka.
(AK)
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013