Disandera kelompok kecil

Dalam unjuk rasa mereka, tak ada batu dan bom molotov yang terlempar dari tangan mahasiswa. Tapi, polisi anti huru hara di AS tetap masuk kampus.

Bayangkan kalau itu terjadi di kawasan lain termasuk Indonesia. Mungkin mereka akan berteriak kencang soal hak asasi manusia (HAM) dan kebebasan berbicara.

Padahal, hampir dalam setiap unjuk rasa mahasiswa di Indonesia, aparat keamanan tak pernah masuk area kampus.

Tekanan juga bisa berupa terhadap individu mahasiswa yang melancarkan demonstrasi. Salah satunya adalah ancaman tidak diterima di perusahaan-perusahaan tertentu ketika mahasiswa-mahasiswa itu menyelesaikan studi, gara-gara unjuk rasa mereka saat ini. Tak pernah ada ancaman seperti ini di Indonesia, khususnya sejak era reformasi.

Tapi, meskipun menghadapi berbagai tekanan, gerakan divestasi ini mungkin akan berkembang lebih luas ketimbang unjuk rasa anti Perang Vietnam pada 1970-an.

Gerakan itu juga bisa mengoreksi batasan yang selama ini memberi cap hitam untuk suara yang kritis terhadap Israel, khususnya definisi anti-semitisme, seperti saat ini sedang dilakukan University of London di Goldsmiths sebagai kompromi setelah unjuk rasa pro-Palestina di sana.

Selama ini, para pemimpin dan politisi Barat yang kerap mendapatkan dukungan dana dari kelompok lobi pro-Israel, selalu memasang dalih anti-semitisme untuk membunuh suara yang berani mengkritik Israel.
 
Presiden Anerika Serikat Joe Biden dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (kanan). ANTARA/Anadolu/aa.

Bagaimana kelompok pelobi ini mengendalikan politik AS termasuk mencap suara kritis terhadap Israel sebagai anti-Yahudi dan oleh karena itu harus dibungkam atau disingkirkan, bisa dibaca dalam buku "They Dare to Speak Out: People and Institutions Confront Israel's Lobby" karya Paul Findley.

Kini, dengan semakin luasnya unjuk rasa mahasiswa di Barat, pendapat Paul Findley semakin mendapatkan pembenaran.

Justru dari gerakan divestasi itu terlihat AS dan negara-negara Barat telah menjadi sandera sekelompok kecil masyarakat tapi sangat mengendalikan penguasa mereka.

Kenyataan ini lambat laun akan menggerogoti legitimasi Barat dalam menceramahi dunia mengenai HAM dan demokrasi.

Mereka tak akan lagi memiliki lisensi untuk mengkritik praktik HAM dan demokrasi di kawasan lain, karena mereka sendiri tak berdaya menghentikan Israel yang mencemooh HAM, tak saja di depan dunia, tapi juga di hadapan sekutu-sekutunya sendiri di Barat.

Baca juga: Mesir: Komunitas internasional gagal mencegah Israel serang Rafah
Baca juga: Brazil dan Venezuela kutuk operasi Isarel di Rafah

Copyright © ANTARA 2024