Jakarta (ANTARA) - Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Kemnaker) telah mengeluarkan tiga kebijakan yang bertujuan untuk memperbaiki ekosistem ketenagakerjaan secara keseluruhan, termasuk bagi Aparatur Sipil Negara (ASN). Kebijakan ini menjadi bagian dari sikap Pemerintah untuk terus bergerak cepat menyelesaikan masalah peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)y ang unggul dan berdaya saing di era bonus demografi dan revolusi industri 4.0.

Ketiga kebijakan tersebut adalah pertama, penciptaan ekosistem ketenagakerjaan yang kondusif. Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, baik bagi pengusaha maupun pekerja, termasuk ASN. Salah satu langkahnya adalah dengan memperbaiki regulasi di bidang ketenagakerjaan.

Kedua, peningkatan perlindungan pekerja. Kebijakan ini melibatkan program Jaminan Kesejahteraan Pekerja (JKP) yang akan menjadi jaminan sosial tambahan bagi pekerja, termasuk ASN. Dengan demikian, ASN akan mendapatkan perlindungan yang lebih baik.

Ketiga, memasifkan penciptaan lapangan kerja dan fleksibilitas pasar kerja. Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak dan pasar kerja yang lebih fleksibel serta efisien, termasuk bagi ASN.

Semua arah kebijakan ini diharapkan akan menjadi Support System bagi penciptaan ASN Indonesia yang unggul dan dapat bersaing di era industri 4.0.

Meskipun tantangan kondisi ketenagakerjaan semakin kompleks, langkah-langkah ini diharapkan dapat membawa perbaikan yang signifikan dalam ekosistem ketenagakerjaan guna mendukung perbaikan etos kerja bagi Aparatur Sipil Negara di lingkungan Instansi Pemerintah secara umum, termasuk di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Pemenuhan Sarana dan Prasarana

Secara normatif, pemenuhan kebutuhan Sarana dan Prasarana (Sarpras) bagi ASN Kemenkeu, adalah bagian kebijakan umum pelaksanaan tugas dukungan manajemen, sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) Setjen Kemenkeu Tahun 2020-2024.

Renstra disusun dan berpedoman pada ketentuan yang berlaku dan meliputi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024 yang telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020; dan Renstra Kemenkeu Tahun 2020-2024 yang telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024.

Untuk itu, Setjen sebagai supporting unit yang berperan memberikan dukungan manajemen kepada unit-unit Eselon I di lingkungan Kemenkeu, harus menjadi lead organisasi yang berperan dalam rangka penciptaan ekosistem ketenagakerjaan yang kondusif di lingkungan Kemenkeu, termasuk diantaranya dalam hal pemenuhan Sarpras atau Barang Milik negara (BMN) yang dibutuhkan untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas pokok dan fungsi (Tusi) yaitu Gedung Kantor dan Hunian bagi Pegawai Kemenkeu.

Pembangunan Model Penguatan Pengelolaan BMN

Untuk menyelesaikan permasalahan yang terdapat pada current issue tersebut diusulkan model konseptual yang dapat direkomendasikan berupa model penguatan pengelolaan BMN yang dibangun berdasarkan empat pilar sumber daya aparatur: Organisasi, Bisnis Proses, SDM, dan Teknologi yang direpresentasikan melalui Penetapan Target (Indikator Kinerja Utama/IKU) yang terukur serta memiliki pondasi model berupa Manajemen Resiko yang kokoh.

Selanjutnya empat pilar yang membentuk model memiliki bangunan atap manajemen Perubahan yang dikembangkan dari manajemen Pengetahuan yang sesuai dalam pengelolaan BMN untuk mewujudkan Implementasi Penataan Kawasan mencapai tujuan pengelolaan Highest Best Use BMN.

Model Penguatan Pengelolaan BMN dalam Penataan Kawasan dibangun untuk menjawab permasalahan belum optimalnya pengelolaan BMN yang secara umum menjadi tantangan untuk ditindaklanjuti dalam program penguatan penataan kawasan.

Tantangan tersebut membutuhkan manajemen perubahan dan dukungan manajemen pengetahuan guna mencari best practice dalam rangka terobosan/inovasi yang dapat diusulkan.

Program penguatan penataan kawasan bertujuan untuk mencapai sasaran pengelolaan BMN dalam rangka High Best Use BMN dalam rangka optimalisasi penggunaan BMN di lingkungan Kemenkeu.

Selanjutnya guna mengantarkan pencapaian output program penataan kawasan dibutuhkan penetapan target IKU yang terukur terutama dari bagian Pengelolaan BMN yang menjadi eksekutor konsepsi pengelolaan BMN yang dibutuhkan.

IKU yang disusun terdiri dari empat pilar sistem modeling: Organisasi, Bisnis Proses, SDM dan Teknologi, untuk menghasilkan program penataan kawasan.

Empat pilar tersebut ditopang oleh fondasi Manajemen Resiko yang robust untuk memitigasi kegagalan pencapaian target IKU yang berpotensi mengganggu bangunan model yang disusun.

Program penataan kawasan yang diimplementasikan selanjutnya menjadi feed back untuk konsepsi high best use yang dapat dikembangkan dalam konsepsi pengelolaan BMN secara masif.

Untuk mengetahui hasil pelaksanaan atas rancangan sistem yang telah dibangun, perlu pula disusun langkah - langkah lebih lanjut berupa analisa perbandingan antara target yang diinginkan oleh sistem dengan kenyataan yang terjadi.

Beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain memberikan para pengambil keputusan, yaitu para pemimpin, untuk mendapatkan bahan perbandingan sebagai tolak ukur hasil yang telah dicapainya, melakukan evaluasi sistem-sistem yang telah ada dan berjalan sampai saat ini, baik pengolahan data maupun pembuatan laporannya, merumuskan tujuan-tujuan yang ingin dicapai berupa pola pengolahan data dan pembuatan laporan yang baru, dan terakhir menyusun suatu tahap rencana pengembangan sistem dan penerapannya serta perumusan langkah dan kebijaksanaan, dimana hubungannya digambarkan sebagai berikut:

Perbandingan Model Sistem Konseptual dengan Kenyataan (Real World)

Berdasarkan kebutuhan organisasi Biro Madan selaku Pengguna Barang Kemenkeu, dari model konseptual yang diusulkan selanjutnya disusun action plan untuk mendapatkan kondisi perubahan yang diinginkan dan secara logis dapat dilakukan (berdasarkan budaya integritas) dalam meningkatkan kualitas pengelolaan BMN dengan program (action plan) yang terdiri dari:

Action Plan Pemenuhan Kebutuhan

Untuk menyelesaikan permasalahan yang terdapat pada current issue tersebut diusulkan Program Aksi Perubahan yang terdiri dari program jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang dengan output dan outcome kegiatan sebagai berikut: pengurangan gap kebutuhan Sarpras serta implementasi perbaikan ekosistem kinerja Kemenkeu, penyelenggaraan layanan Kemenkeu yang mendukung New Way of Working (NWOW) dan core program Kemenkeu secara shared service, serta peningkatan budaya kerja kolaboratif dan berintegritas. Secara keseluruhan program jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang Program Penguatan pengelolaan BMN dapat dijabarkan sebagai berikut:

Matrik Program Penguatan Pengelolaan BMN


* Lucky Akbar adalah Kepala Bagian Pengelolaan BMN Biro Manajemen BMN dan Pengadaan Setjen Kemenkeu

Copyright © ANTARA 2024