Bantul (ANTARA) - Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta bekerja sama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menggelar diskusi networking rountable sebagai upaya merumuskan strategi baru dalam pembiayaan risiko bencana yang lebih efektif.
"Kegiatan itu dirancang sebagai wadah ide para ahli, praktisi, pengambil kebijakan, dan pemangku kepentingan terkait untuk berbagi pengalaman dan praktik terbaik dalam mengembangkan strategi pembiayaan risiko bencana di Indonesia," kata Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora (FISHUM) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Mochamad Sodik dalam keterangan di Yogyakarta, Rabu.
Diskusi networking rountable pada 6 dan 7 Mei 2024 di Yogyakarta itu mengambil tema "Strategi Baru Pembiayaan Risiko Bencana: Mengurangi Beban Dana Publik dan Meningkatkan Peran Swasta dan Masyarakat", di antaranya diikuti kementerian terkait, pemerintah daerah, dan lembaga riset.
Menurut dia, Indonesia sebagai negara yang memiliki tingkat kerawanan bencana yang tinggi, sehingga strategi pembiayaan risiko bencana yang memadai dan berkelanjutan menjadi prioritas utama.
Bencana alam di Indonesia, khususnya di Lombok, Palu, dan Selat Sunda pada 2018 menyebabkan dampak serius dengan 5.846 korban jiwa dan kerugian ekonomi mencapai Rp38 triliun atau 2,7 miliar Dolar AS.
Baca juga: Kemenkeu kembangkan PFB sebagai strategi pembiayaan bencana
Bahkan, dari Global Facility for Disaster Reduction and Recovery mencatat pengeluaran pemerintah Indonesia sebesar 300 sampai 500 juta Dolar AS per tahun untuk rekonstruksi, mencapai 0,3 persen dari total PDB (Produk Domestik Bruto) dan 45 persen dari PDRB (Produk Domestik Regional Bruto).
"Rata-rata setiap rumah tangga merugi Rp21,9 juta akibat bencana, khususnya di sektor pertanian yang sangat rentan. Responsi tanggap terhadap frekuensi dan dampak bencana di Indonesia bersifat terbatas karena mengandalkan anggaran pemerintah yang juga terbatas," katanya.
Kepala Organisasi Riset Tata Kelola Pemerintahan, Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat BRIN Agus Eko Nugroho mengatakan diperlukan strategi pembiayaan baru dengan fokus pada mengurangi beban APBN dan APBD sebagai dana publik, sehingga didapatkan sumber pendanaan yang memadai dan berkelanjutan.
"Sebagai suplemen dana publik, pembiayaan diperoleh dari partisipasi dari swasta dan masyarakat dengan skema kemitraan publik dan swasta yang didukung oleh kebijakan dan mekanisme pasar yang tepat," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, kegiatan yang didesain sebagai platform gagasan bagi para pakar, praktisi, dan pembuat kebijakan serta pemangku kepentingan ini mampu menghasilkan strategi pembiayaan risiko kebencanaan di Indonesia yang lebih efektif.
Baca juga: PBB harap Indonesia dorong G20 banyak berinvestasi sektor kebencanaan
Baca juga: Peneliti: Swasta penting bantu mitigasi pembiayaan risiko bencana alam
Pewarta: Hery Sidik
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024