Indonesia merupakan salah satu dari sedikit negara yang posisi fiskalnya terus membaik secara signifikan,
Jakarta (ANTARA) - Ketidakpastian dan gejolak geopolitik global masih terus berlanjut dan meningkatkan tekanan di pasar keuangan dunia dan domestik.
Konflik geopolitik yang masih berlangsung seperti di Timur Tengah dapat meningkatkan risiko lonjakan harga komoditas, yang berpotensi menghambat kemajuan dalam mengendalikan inflasi.
Lonjakan inflasi yang baru terjadi dalam beberapa bulan terakhir serta masih kuatnya kinerja ekonomi Amerika Serikat (AS) telah memicu ekspektasi akan suku bunga global yang tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama, sehingga menyebabkan fenomena penguatan dolar AS yang memberikan tekanan kepada negara-negara berkembang.
Selain menyebabkan biaya pinjaman yang lebih tinggi, kenaikan suku bunga kebijakan AS atau Fed Fund Rate (FFR) memberikan tekanan yang signifikan terhadap pasar keuangan di berbagai negara, mendorong arus keluar modal dan depresiasi mata uang lokal, terutama di negara-negara emerging market.
Biaya pinjaman yang lebih tinggi juga menyebabkan banyak negara menghadapi keterbatasan ruang kebijakan karena beban utang bertambah dan kerentanan terhadap tekanan utang juga meningkat.
Meskipun telah menunjukkan ketahanan dan diperkirakan akan terus tumbuh, pertumbuhan ekonomi global akan tetap lambat dalam beberapa tahun ke depan. Menurut proyeksi Bank Indonesia (BI), pertumbuhan ekonomi global pada 2024 mencapai 3 persen di tengah ketidakpastian pasar keuangan yang masih tinggi.
Laju penurunan inflasi global pun tertahan, dengan inflasi di negara maju seperti Amerika Serikat masih di atas targetnya.
Merujuk pada Laporan World Economic Outlook (WEO) Januari 2024 dari International Monetary Fund (IMF), ekonomi global diperkirakan tumbuh sebesar 3,1 persen pada 2024, meningkat 0,2 poin persentase dari prediksi sebelumnya yang tercatat dalam WEO Oktober 2023.
Perkiraan pertumbuhan global pada 2024-2025 masih di bawah rata-rata historis (2000 -- 2019) sebesar 3,8 persen dengan tingkat suku bunga bank sentral yang tinggi untuk mengurangi laju inflasi, penarikan dukungan fiskal di tengah utang tinggi membebani aktivitas ekonomi, dan pertumbuhan produktivitas dasar yang rendah.
Sementara, inflasi dunia diproyeksikan turun menjadi 5,8 persen pada 2024 dan 4,4 persen pada 2025. Proyeksi inflasi global pada 2025 turun dari prediksi sebelumnya.
Meskipun demikian, perekonomian Indonesia berhasil menunjukkan kinerja yang baik. Perekonomian tumbuh sebesar 5,05 persen pada 2023, terutama didukung oleh permintaan domestik yang kuat dan inflasi yang moderat.
Menurut Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati, kebijakan fiskal telah memainkan peran yang efektif dalam mengarahkan perekonomian dari pandemi COVID-19 dan guncangan global saat ini.
Indonesia merupakan salah satu dari sedikit negara yang posisi fiskalnya terus membaik secara signifikan. Defisit fiskal terus menyusut secara signifikan dari 6,1 persen produk domestik bruto (PDB) selama pandemi pada 2020 menjadi 1,65 persen pada 2023, yang mengakibatkan rasio utang terhadap PDB terus menurun.
Ke depan, prospek perekonomian jangka pendek Indonesia tetap kuat. Ketahanan tersebut tercermin pada Purchasing Managers' Index (PMI) yang terus menunjukkan ekspansi, dengan indeks manufaktur yang mencapai angka 54,2 pada Maret 2024.
Dari sisi permintaan, kepercayaan konsumen tetap kuat, dengan Indeks Keyakinan Konsumen yang berada di zona optimistis sebesar 123,8 per Maret 2024.
Permintaan domestik
Ekonomi Indonesia yang tetap berdaya tahan di tengah meningkatnya ketidakpastian global, juga ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi triwulan I-2024 sebesar 5,11 persen secara year on year (yoy), meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 5,04 persen (yoy).
Menurut Direktur Departemen Komunikasi BI Fadjar Majardi, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2024 diprakirakan tetap kuat dalam kisaran 4,7 persen hingga 5,5 persen (yoy) didukung oleh permintaan domestik, terutama dari berlanjutnya pertumbuhan konsumsi dan investasi bangunan sejalan dengan berlanjutnya pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN).
Pertumbuhan ekonomi yang meningkat pada triwulan I-2024 didukung oleh permintaan domestik yang lebih tinggi. Konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 4,91 persen (yoy) seiring dengan pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, hari libur nasional, dan cuti bersama.
Konsumsi Lembaga Nonprofit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) tumbuh tinggi sebesar 24,29 persen (yoy) didorong oleh aktivitas penyelenggaraan Pemilu 2024 dan momen Ramadhan.
Konsumsi pemerintah meningkat dengan tumbuh sebesar 19,90 persen (yoy) didorong oleh kenaikan belanja barang, terutama terkait pelaksanaan Pemilu 2024 serta belanja pegawai.
Investasi tumbuh sebesar 3,79 persen (yoy) terutama ditopang oleh investasi bangunan seiring berlanjutnya pembangunan infrastruktur.
Sementara itu, ekspor tumbuh melambat sebesar 0,50 persen (yoy), khususnya ekspor barang sejalan dengan penurunan harga komoditas produk utama ekspor, di tengah permintaan beberapa negara mitra dagang utama yang tetap tumbuh.
Pertumbuhan ekonomi yang meningkat juga tercermin dari sisi lapangan usaha dan spasial. Dari sisi lapangan usaha (LU), hampir seluruh LU pada triwulan I-2024 menunjukkan kinerja positif dengan pertumbuhan yang tinggi antara lain tercatat pada LU terkait mobilitas terutama transportasi dan pergudangan, penyediaan akomodasi dan makan minum, serta perdagangan besar dan eceran.
LU industri pengolahan sebagai kontributor utama pertumbuhan juga tumbuh baik seiring permintaan domestik dan global yang terjaga.
Dari sisi spasial, pertumbuhan ekonomi triwulan I-2024 di sebagian besar wilayah Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya, kecuali Sumatera dan Jawa. Pertumbuhan tertinggi tercatat di Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua), diikuti Kalimantan, Bali-Nusa Tenggara (Balinusra), Jawa, dan Sumatera.
Di samping itu, inflasi Indonesia tetap terjaga dalam sasaran 2,5 persen plus minus satu persen. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada April 2024 inflasi tahunan mencapai 3 persen (yoy) dan inflasi tahun kalender tercatat sebesar 1,19 persen (year-to-date/ytd).
Untuk pengendalian inflasi, koordinasi kebijakan dengan Pemerintah Pusat dan daerah melalui program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) terus ditingkatkan.
Secara keseluruhan, stabilitas sistem keuangan Indonesia pada triwulan I-2024 masih dalam kondisi terjaga, didukung oleh kondisi fiskal, moneter, dan sektor keuangan yang stabil. Kinerja positif tersebut didukung oleh sistem keuangan yang resilien serta konsumsi domestik yang terjaga, khususnya saat periode Pemilu 2024 dan hari besar keagamaan.
Namun demikian, dinamika global yang cepat berubah harus terus diwaspadai demi menjaga keberlanjutan pertumbuhan ekonomi. Beberapa risiko global yang masih harus dihadapi ke depan, antara lain arah kebijakan bank sentral AS atau The Fed terutama terkait suku bunga acuannya, eskalasi tensi geopolitik, serta disrupsi rantai pasok global yang belum sepenuhnya pulih.
Oleh karena itu, koordinasi kebijakan moneter dan fiskal terus diperkuat untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan momentum pertumbuhan ekonomi.
Sinergi kebijakan di antara anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terus ditingkatkan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong kredit atau pembiayaan kepada dunia usaha.
KSSK akan terus melakukan asesmen forward looking atas kinerja perekonomian dan sektor keuangan terkini seiring risiko ketidakpastian ekonomi global yang meningkat serta gejolak geopolitik dunia yang eskalatif.
KSSK berkomitmen untuk terus memperkuat koordinasi dan sinergi, serta meningkatkan kewaspadaan terhadap risiko ketidakpastian ekonomi dan pasar keuangan global serta gejolak geopolitik yang eskalatif, termasuk rambatannya pada perekonomian dan sektor keuangan domestik.
Anggota KSSK terdiri atas Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Dengan demikian, melalui kolaborasi, sinergi, dan respons cepat antar-institusi dan pemangku kepentingan, bersama dengan dukungan kuat masyarakat, Indonesia dapat terus mengantisipasi dan menghadapi risiko dampak rambatan ketidakpastian dan gejolak global terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Hal ini menjadi kekuatan untuk terus melanjutkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah beragam dinamika global.
Editor: Achmad Zaenal M
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024