"Kedua pihak akan berupaya agar segala perbedaan penafsiran yang masih mengganjal kedua negara mencapai kata sepakat, dapat ditemukan titik temunya. Yang jelas, kerja sama yang akan dibangun harus menguntungkan semua pihak," kata Bambang Darmono.
Jakarta (ANTARA News) - Indonesia dan Singapura akan segera memulai perundingan putaran kelima tentang kerja sama pertahanan (Defence Cooperation Agreement/DCA) kedua negara yang hingga kini masih mengalami kebuntuan. Pembahasan putaran kelima kerja sama pertahanan Indonesia-Singapura, dijadwalkan berlangsung 31 Agustus hingga 2 September 2006 di Jakarta, kata Asisten Operasi (Asops) Kasum TNI Mayjen Bambang Darmono kepada ANTARA News di Jakarta, Senin malam. Ia mengatakan, perundingan putaran kelima akan menitikberatkan pada enam poin yang hingga kini masih menjadi ganjalan kedua negara untuk mencapai kata sepakat, yaitu hak tradisional untuk latihan, akses terhadap wilayah laut Indonesia, yurisdiksi, masa berlaku perjanjian, keikutsertaan pihak ketiga, dan penyelesaian perselisihan. "Kedua pihak akan berupaya agar segala perbedaan penafsiran yang masih mengganjal kedua negara mencapai kata sepakat, dapat ditemukan titik temunya. Yang jelas, kerja sama yang akan dibangun harus menguntungkan semua pihak," kata Bambang menekankan. Dalam rangka memperkuat kerja sama pertahanan, Indonesia menjalin kerja sama dengan Singapura, salah satunya melalui Military Training Area (MTA) sejak 2000. Berdasarkan kesepakatan itu, maka ditetapkan kawasan untuk latihan militer bersama kedua negara yakni, MTA I di wilayah perairan Tanjung Pinang dan MTA II di Laut Cina Selatan. Namun dalam perkembangannya, Indonesia menilai Singapura kerap melakukan pelanggaran kedaulatan saat melakukan latihan bersama, termasuk dengan melibatkan pihak ketiga seperti Amerika Serikat (AS) dan Australia. Akibat berbagai indikasi pelanggaran yang dilakukan Singapura, maka Indonesia secara sepihak memutuskan untuk menghentikan fasilitas MTA kepada Singapura pada 2003. Untuk memulihkan kembali kerja sama pertahanan kedua negara, maka Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong mengajukan konsep DCA dalam pertemuannya dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Bali pada 2005, di mana MTA dimasukkan sebagai lampiran dalam kerja sama itu. Usulan itu diterima positif oleh Indonesia dan dilanjutkan dalam bentuk pembahasan bilateral. Namun, hingga putaran keempat, kedua pihak belum juga menemukan kata sepakat. Dengan belum adanya kata sepakat itu, maka pembahasan putaran kelima yang rencananya berlangsung di Jakarta pada 2006, masih tertunda. Namun, pada pertemuan dua kepala negara, Juli silam, RI dan Singapura sepakat untuk kembali melanjutkan perundingan tentang kerjasama pertahanan dan ekstradisi. Berdasarkan kesepakatan Presiden Yudhoyono dan Lee, pembahasan mengenai kerja sama pertahanan dan ekstradisi kedua negara akan dilakukan secara simultan atau bersama-sama, berbeda dengan yang selama ini dilakukan yakni perundingan secara terpisah.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006