"Operasi pukat trawl yang meresahkan kehidupan nelayan tradisional harus dihentikan," kata Sekretaris Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sumut, Ihya Ulumuddin di Medan, Jumat.
Menurut dia, kapal pukat harimau menggunakan alat tangkap yang dilarang pemerintah berdasarkan Keppres 39 Tahun 1980, dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang sumber hayati laut, semakin merajalela menangkap ikan di perairan Serdang Bedagai (Sergai).
"Hal ini, jika terus dibiarkan aparat keamanan, dapat menimbulkan masalah atau terjadinya konflik, karena habisnya kesabaran nelayan kecil melihat kapal pukat harimau itu," kata Ulumuddin.
Dia menyebutkan, HNSI Sumut tidak menginginkan terjadinya permusuhan sesama nelayan, baik nelayan yang menggunakan kapal boat besar dan nelayan memakai perahu terbuat dari kayu.
"Pertikaian diantara sesama nelayan tersebut, harus dicegah," ucap dia.
Oleh karena itu, katanya, sebelum terjadinya hal-hal yang tidak diingini atau dapat menimbulkan konflik, petugas keamanan di laut, dapat menertibkan pukat harimau yang ditakuti nelayan kecil tersebut.
"Apalagi kegiatan kapal pukat harimau dilarang pemerintah dan dianggap ilegal menangkap ikan di perairan Sergai," ujar Ulumuddin.
Ketika ditanya dari mana datangnya kapal pukat harimau itu, Ulumuddin mengatakan, diduga kapal pukat harimau yang menangkap ikan di perairan Sergai berasal dari Belawan dan Langkat.
"Operasi kapal pukat harimau tersebut, juga tidak berapa jauh dari Pantai Cermin, dan meliputi Pantai Sialang Buah di perairan Sergai, " kata Ulumuddin.
Pukat harimau menggunakan jaring yang besar dan berbentuk kantong. Jaring ini bahkan digunakan sampai dasar laut. Jaring ini efektif melakukan tangkapan namun tidak selektif karena menjaring apapun sehingga merusak, baik menyebabkan kepunahan hewan atau merusak habitatnya.
Pewarta: Munawar Mandailing
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2013