Sanaa (ANTARA News) - Lima-belas warga sipil yang sedang dalam perjalanan ke pesta pernikahan di Yaman tewas dalam serangan udara setelah rombongan mereka disalahdugakan sebagai kelompok Al Qaida, kata beberapa pejabat keamanan setempat, Kamis.
Para pejabat tidak mengidentifikasi pesawat dalam serangan di provinsi wilayah tengah, al-Bayda, itu, namun sumber-sumber suku dan media lokal mengatakan bahwa serangan tersebut dilakukan oleh sebuah pesawat tak berawak, lapor Reuters.
"Serangan udara itu tidak mengenai sasarannya dan menghantam rombongan mobil pengantin, sepuluh orang tewas seketika dan lima lain yang terluka tewas setelah dibawa ke rumah sakit," kata seorang pejabat keamanan.
Lima orang lagi cedera dalam serangan tersebut.
AS meningkatkan serangan pesawat tak berawak sebagai bagian dari upaya menumpas Al Qaida di Semenanjung Arab (AQAP), yang dianggap oleh Washington sebagai cabang paling mematikan dari Al Qaida.
Senin, rudal-rudal yang ditembakkan dari sebuah pesawat tak berawak AS menewaskan sedikitnya tiga orang yang bepergian dalam sebuah mobil di Yaman timur.
Pasukan keamanan disiagakan di ibu kota Yaman, Sanaa, sejak serangan nekad siang hari terhadap markas kementerian pertahanan pada 5 Desember yang menewaskan 56 orang, termasuk staf medis asing.
Kompleks kementerian pertahanan itu "diserbu dan diserang pada Kamis (5 Desember)... setelah mujahidin membuktikan bahwa di tempat tersebut ada ruang kendali pesawat tak berawak dan ahli-ahli AS", kata Al Qaida di Twitter.
Militan Al Qaida memperkuat keberadaan mereka di Yaman tenggara, dengan memanfaatkan melemahnya pemerintah pusat akibat pemberontakan anti-pemerintah yang meletus pada Januari 2011 yang akhirnya melengserkan Presiden Ali Abdullah Saleh.
Ofensif pasukan Yaman yang diluncurkan pada Mei 2012 berhasil menghalau militan Al Qaida dari sejumlah kota dan desa di wilayah selatan dan timur yang selama lebih dari setahun mereka kuasai.
Meski melemah, jaringan teror itu masih bisa melancarkan serangan-serangan terhadap sasaran militer dan polisi.
Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.
Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.
Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al Qaida di Semenanjung Arab (AQAP).
AS ingin presiden baru Yaman, yang berkuasa setelah protes terhadap pendahulunya membuat militer negara itu terpecah menjadi kelompok-kelompok yang bertikai, menyatukan angkatan bersenjata dan menggunakan mereka untuk memerangi kelompok militan itu.
Militan melancarkan gelombang serangan sejak mantan Presiden Ali Abdullah Saleh pada Februari 2012 menyerahkan kekuasaan kepada wakilnya, Abd-Rabbu Mansour Hadi, yang telah berjanji menumpas Al Qaida.
Penerjemah: Memet Suratmadi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013