Jakarta (ANTARA) - Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) RI menggandeng Uni Eropa dan Enhancing Security Cooperation in and with Asia (ESIWA) untuk menggelar Lokakarya Regional Bidang Pengelolaan dan Reintegrasi Narapidana Ekstremis dan Risiko Tinggi di Jakarta pada 7-8 Mei 2024.
Direktur Pembinaan Narapidana dan Anak Binaan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kemenkumham RI Erwedi Supriyatno mengatakan kegiatan tersebut bertujuan untuk membahas penanganan narapidana terorisme (napiter) demi mendukung keberhasilan rehabilitasi dan reintegrasi mereka.
"Semoga kita dapat saling bertukar pengalaman, ilmu, pendapat, dan saran tentang upaya-upaya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kualitas penanganan narapidana risiko tinggi kategori terorisme," kata Erwedi saat membuka acara tersebut di Jakarta, Selasa, seperti dikutip dalam keterangan resmi.
Dalam membina napiter, ia menyebutkan pihaknya menggunakan pendekatan lunak (soft approach) untuk membangun hubungan positif (pro sosial) dalam bentuk keamanan dinamis akan mendukung keberhasilan program deradikalisasi mereka.
Selain itu, lanjut dia, digunakan pula pendekatan lunak yang memungkinkan petugas untuk tetap memelihara keberlanjutan keberhasilan pembinaan napiter sampai mereka kembali ke masyarakat untuk mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana.
Maka dari itu, Erwedi menilai tak jarang para wali napiter tetap memiliki hubungan komunikasi baik dengan para mantan napiter yang membantu memelihara mereka dari pengaruh negatif jaringannya.
"Hal ini menjadi salah satu kekuatan dan praktik baik yang kami miliki dalam penanganan napiter di sistem pemasyarakatan, yaitu sustainable pro social model,” tuturnya.
Di sisi lain, ia menuturkan pihaknya juga bersinergi dengan pemangku kepentingan terkait dalam keberhasilan membina napiter, salah satunya dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), serta berinovasi bersama Detasemen Khusus 88 untuk melibatkan napiter yang sudah ter-deradikalisasi dalam program safari dakwah sebagai pemberi materi.
Program lainnya, yaitu dialog antara korban dan napiter yang didukung oleh Aliansi Indonesia Damai (AIDA), serta berkolaborasi dengan organisasi sosial masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam peningkatan kapasitas serta penyusunan kebijakan dan kajian akademis.
Baca juga: Kemenkumham: Indonesia telah terapkan kebebasan beragama dengan baik
Baca juga: Kemenkumham: Penegakan hukum bidang KI perlu pendekatan holistik
Erwedi mengakui dalam pelaksanaan pembinaan napiter, Ditjen PAS masih menghadapi beberapa tantangan yang diharapkan bisa ditemukan solusinya dalam lokakarya tersebut, yaitu tersusunnya indikator keberhasilan pembinaan atau deradikalisasi napiter.
Tantangan lainnya, yakni peningkatan kompetensi dan regenerasi wali napiter yang perlu dilaksanakan secara terus-menerus untuk mendukung keberhasilan program pembinaan napiter dengan baik, serta penyusunan kebijakan dan pedoman yang bisa membentuk suatu mekanisme penanganan napiter yang lebih terpadu dengan melibatkan pemerintah daerah dan masyarakat.
Dalam kesempatan yang sama, Delegasi Uni Eropa, Marc Vierstraete-Verlinde menjelaskan lokakarya tersebut merupakan hasil kesepakatan antara Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam terkait berbagai praktik rehabilitasi napiter.
"Lokakarya ini menjadi tindak lanjut dengan fokus pada menghubungkan petugas yang terlibat langsung dengan manajemen, rehabilitasi, dan reintegrasi tahanan berisiko tinggi, khususnya mereka yang dihukum karena pelanggaran terorisme," ucap Marc.
Adapun lokakarya diikuti peserta dari Ditjen PAS, wali pemasyarakatan, pembimbing kemasyarakatan, serta perwakilan negara-negara asal Uni Eropa, Filipina, Malaysia, dan Thailand.
Selain paparan dari sejumlah pembicara, baik dari Ditjen PAS, wali pemasyarakatan, dan beberapa negara Uni Eropa, para peserta juga berkesempatan untuk menyambangi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Cipinang untuk mempelajari manajemen penanganan narapidana risiko tinggi di lapas tersebut.
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024