Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa ketua tim pemenangan Anas Urbaningrum, Ahmad Mubarok, saat kongres Partai Demokrat di Bandung pada 2010.
"Saya dulu ketua tim pemenangan Anas Urbaningrum, jadi mungkin ingin tahu informasinya apa," kata Mubarok saat datang ke gedung KPK Jakarta, Kamis.
Ahmad Mubarok diperiksa dalam kasus dugaan korupsi penerimaan hadiah terkait pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah (P3SON) di Hambalang dan proyek-proyek lain dengan tersangka Anas Urbaningrum.
Namun Mubarok yang juga menjadi anggota Dewan Pembina Partai Demokrat tersebut mengaku tidak tahu aliran dana yang diduga mengalir saat kongres.
"Tidak ada (uang) saya tidak tahu," jelas Mubarok.
Mubarok mengaku bahwa uang transportasi yang diberikan sebesar Rp5 juta merupakan uang transportasi.
"Kalau (Rp5 juta) itu legal, kalau BB (Blackberry) tidak tahu," tambah Mubarok.
Padahal menurut Ketua Pengawas Partai Demokrat TB Silalahi yang telah diperiksa KPK pada Rabu (11/12), ia menerima laporan dari beberapa mantan ketua Dewan Pimpinan Cabang mengenai adanya pemberian uang saat kongres Demokrat.
"(Uang transport) itu semua diberikan, dibolehkan oleh Pak SBY, uang transport boleh antara Rp1--5 juta," jelas Mubarok.
Ia pun mengaku tidak mengurus uang saat kongres.
"Saya tidak tahu, saya tidak mengurus uang, sudah ya," kata Mubarok.
Dalam kasus yang sama, selain Ahmad Mubarok, KPK juga memeriksa mantan Ketua Komisi X Mahyudin dan anggota DPR dari fraksi Partai Demokrat Mirwan Amir dan Maimara Tando.
KPK sebelumnya sudah memeriksa fungsionaris Partai Demokrat Wakil Ketua Dewan Pembina partai tersebut Marzuki Alie, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Max Sopacua, anggota Komisi III Ruhut Sitompul dan Ketua Departemen Perekonomian Sutan Bhatoegana.
KPK saat ini sedang menggali informasi mengenai sumber pendanaan Kongres Partai Demokrat 2010 yang diduga mengalir dari proyek P3SON Hambalang yang merugikan keuangan negara hingga Rp463,66 miliar.
Dalam kasus ini Anas ditetapkan sebagai tersangka pada 22 Februari 2012 berdasarkan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp200-Rp1 miliar.
Anas diduga menerima hadiah atau janji berkaitan dengan proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah di Hambalang dan proyek-proyek lainnya.
Bentuk hadiah tersebut adalah mobil Toyota Harrier senilai sekitar Rp800 juta dari kontraktor PT Adhi Karya untuk memuluskan pemenangan perusahaan tersebut, saat masih menjadi anggota DPR dari 2009 dan diberi plat B-15-AUD.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013