"Karena dukungan dan kerja keras seluruh pemangku kepentingan yang ikut konferensi maka kita berhasil mencapai kesepakatan yang belum pernah dicapai selama 18 tahun terakhir ini," kata Gita di Jakarta, Kamis.
Dikatakan, setelah mengalami kebuntuan selama 18 tahun, Indonesia di Bali pada 2013 memberanikan diri menjadi tuan rumah dan menyemangati negara-negara miskin, negara-negara berkembang, untuk terus mencari rumusan yang tepat bagi kepentingan semua negara.
Gita mengatakan selama ini pertemuan WTO selalu diwarnai kegagalan bahkan juga kerusuhan karena kepentingan negara-negara miskin dan berkembang yang tidak terakomodasi oleh negara-negara maju yang selama ini memang selalu mendominasi peta dunia perdagangan.
"Prinsip di WTO adalah single undertaking. Jadi kalau ada satu negara yang tidak sepakat maka bisa memveto dan bukan merupakan hal yang mudah untuk mendapat kesepakatan dari 160 negara anggota," kata Mendag.
Dalam sidang di WTO, dikatakan Gita, polarisasi antara Amerika Serikat (AS) dengan India, AS dengan negara negara Amerika Latin seperti Bolivia, Nikaragua, Venezuela, dan Kuba tercermin dengan sejumlah isu yang lekat sekali dengan bukan hanya kepentingan politik nasional, tapi juga ketahanan pangan, serta kepentingan melakukan perdagangan intternasional.
"Kuba diembargo oleh AS, sementara India baru saja mengeluarkan undang-undang ketahanan pangan yang harus menyediakan pangan untuk 1,2 milliar penduduknya. Itu semua tidak mudah untuk mengakomodasi," katanya.
Mengingat begitu peliknya perjalanan sidang WTO, Mendag Gita berharap agar semua pihak perlu memberikan semangat untuk kemajuan di dalam negeri.
Negosiasi panjang Konferensi Tingkat Menteri World Trade Organization ke-9 berhasil membuahkan Paket Bali yang berisikan tiga poin utama yaitu "Trade Facilitation, Agriculture, dan Least Developed Countries".
Konferensi WTO ke-9, sesungguhnya sudah diakhiri pada Jumat (6/12) , namun dikarenakan perundingan yang masih alot, negosiasi dilanjutkan hingga Sabtu (7/12) yang pada akhirnya berhasil mencatatkan sejarah baru dari perundingan WTO setelah terhenti selama 12 tahun untuk menyelesaikan Putaran Doha.
Pewarta: Ahmad Wijaya
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013