Yangon (ANTARA) - Suhu panas yang melanda sebagian besar wilayah Myanmar berdampak signifikan kepada kehidupan sehari-hari masyarakat, terutama mata pencaharian para sopir taksi.

Laporan yang dirilis oleh Departemen Meteorologi dan Hidrologi Myanmar menunjukkan bahwa banyak daerah di negara Asia Tenggara itu mengalami suhu yang melebihi 40 derajat Celsius dalam beberapa hari terakhir.

Seiring dengan melonjaknya kadar merkuri di seluruh Myanmar, Kementerian Kesehatan Myanmar menerbitkan imbauan, mendesak warga untuk melakukan tindakan pencegahan yang diperlukan guna melindungi kesehatan mereka dan memberikan panduan untuk tetap aman selama cuaca panas ekstrem serta meminimalkan paparan radiasi ultraviolet yang berbahaya.

U Maung Maung (65), seorang sopir taksi di Yangon, menceritakan keadaannya pada Jumat (3/5), bahwa penghasilannya turun sekitar sepertiga karena lebih sedikit penumpang yang keluar saat cuaca panas.

"Hanya segelintir orang yang keluar rumah saat cuaca panas. Beberapa orang khawatir dengan cuaca panas. Jika mereka harus keluar rumah, mereka biasanya pergi di malam hari," kata U Maung Maung.

U Maung Maung memiliki lima anggota keluarga. Pengeluarannya meningkat karena cuaca panas.

"Saya harus minum lebih banyak air dan minuman elektrolit," kata dia menambahkan.

Seorang sopir taksi beristirahat di dalam mobilnya pada hari yang panas di Yangon, Myanmar, Sabtu (4/5/2024). (ANTARA/Xinhua/Myo Kyaw Soe)

Berbicara tentang peningkatan suhu, sopir tersebut, dengan pengalaman delapan tahun di bisnis itu, mengatakan, "tahun ini sepertinya lebih panas dibandingkan tahun lalu."

Sopir taksi lainnya di Yangon, Soe Naing (53), pada Jumat mengatakan, "Sekarang pukul 15.30. Saya telah beristirahat di sini sejak sekitar pukul 13.15, mencoba menghindari panas. Setelah beristirahat di tempat teduh, saya merasa berat untuk keluar lagi".

Karena cuaca yang panas, dia harus lebih ekstra menjaga kesehatan. Soe Naing mengatakan dia tidak minum air dingin dan harus minum minuman elektrolit.

"Suhu udara tahun ini adalah yang terburuk. Penghasilan saya menurun. Jika saya menyalakan AC sesekali, saya malah merugi," ujar tulang punggung keluarga dengan empat anggota keluarga ini.

Ko Myo (45), seorang sopir taksi di Yangon, pada Jumat juga mengatakan, "Saya tidak bisa melakukan banyak hal di sore hari. Sudah lebih dari dua pekan. Penghasilan saya turun sekitar sepertiganya".

Sama seperti dua sopir taksi sebelumnya, Ko Myo harus membeli lebih banyak air minum botolan dan minuman elektrolit.

"Pada sore hari, saya terkadang merasa pusing karena tidak bisa tidur nyenyak di malam hari. Saya tidak bisa tidur karena suhu udara yang panas dan listrik yang sering padam," kata Ko Myo.

Seorang sopir taksi beristirahat di dalam mobilnya pada hari yang panas di Yangon, Myanmar, Sabtu (4/5/2024). (ANTARA/Xinhua/Myo Kyaw Soe)

Sebagian besar sopir taksi di Yangon, Myanmar, tidak dapat bekerja hingga larut malam karena hampir tidak ada penumpang setelah pukul 20.00 waktu setempat akibat pembatasan jam malam, kata para sopir taksi

Suhu udara di Yangon berada di atas 40 derajat Celsius dalam beberapa hari terakhir, menurut badan cuaca negara tersebut.

U Thein Tan, seorang sopir taksi sepeda di Mandalay mengatakan, "penghasilan saya berkurang setengahnya dalam beberapa hari terakhir yang terik." Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar, memiliki jumlah sopir sepeda yang lebih banyak dibandingkan dengan sopir mobil.

"Hanya orang-orang yang harus keluar rumah yang keluar pada siang hari yang panas. Kebanyakan orang menghindari keluar rumah karena cuaca yang panas dalam beberapa hari terakhir," ujar U Thein Tan.

Pada 28 April, Mandalay mencatatkan hari terpanas pada April dalam 77 tahun terakhir, dengan suhu mencapai 44,8 derajat Celsius. Lebih dari 50 orang meninggal akibat sengatan panas (heatstroke) di Mandalay pada April, menurut laporan media setempat.

April dan Mei biasanya menjadi bulan terpanas di Myanmar saat suhu udara melonjak sebelum musim hujan dimulai.

Penerjemah: Xinhua
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2024