Kalau Anda (jastip) berjualan skincare lalu muka orang rusak bagaimana. Maka, harus ada izin BPOM-nya

Jakarta (ANTARA) - Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan para pelaku jasa pembelian barang untuk orang lain (jastip) yang membawa barang dari luar negeri harus memenuhi aturan yang berlaku, khususnya terkait dengan kewajiban perpajakan dan jaminan keamanan konsumen.

Kementerian Perdagangan telah mengumumkan kebijakan baru terkait barang bawaan penumpang dari luar negeri. Kini, tidak ada lagi batasan nilai dan jumlah barang yang boleh dibawa masuk ke Indonesia.

Namun, Zulkifli Hasan di Jakarta, Sabtu, menegaskan bahwa meskipun pembatasan itu sudah dicabut, para pelaku jastip tetap harus mengikuti aturan yang berlaku, karena jastip ini dikategorikan sebagai impor barang niaga, bukan barang pribadi.

Ini berarti barang jastip bakal dikenakan pajak yang terdiri dari bea masuk, cukai, dan pajak dalam rangka impor.

Selain mematuhi aturan perpajakan, Zulkifli menyebutkan pelaku jastip juga harus mematuhi aturan terkait keamanan dan perlindungan konsumen. Ia mencontohkan, pelaku jastip yang membawa barang-barang elektronik harus memiliki sertifikat nasional SNI dan layanan purnajual yang jelas.

Demikian juga dengan produk-produk kecantikan yang harus memiliki izin edar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

“Kalau Anda (jastip) berjualan skincare lalu muka orang rusak bagaimana. Maka, harus ada izin BPOM-nya, layak tidak. Jangan sembarangan. Bukan boleh, tidak boleh tapi kita harus menghargai hak konsumen,” kata dia.

Zulkifli menegaskan bahwa aturan-aturan ini dibuat untuk melindungi konsumen dan memastikan bahwa mereka mendapatkan produk yang aman.

“Kok menyulitkan? Ya memang harus dilewati … Kita harus melindungi warga kita. Jangan sampai demi keuntungan sendiri lalu mengorbankan hak-hak konsumen,” tambah dia.

Pemerintah dalam regulasi terbarunya Permendag No.7/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor tak lagi membatasi jumlah barang bawaan pribadi penumpang dari luar negeri.

Dengan demikian pemantauan barang bawaan kembali pada aturan lama yakni Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.203/2017 tentang Ketentuan Ekspor Dan Impor Barang Yang Dibawa Oleh Penumpang Dan Awak Sarana Pengangkut.

Direktur Teknis Kepabeanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Fadjar Donny Tjahjadi pada Kamis (2/5), mengatakan barang pribadi menurut PMK No.203/2017 dibagi dalam dua kategori, yakni barang pribadi dan bukan barang pribadi.

Fadjar menuturkan, barang yang digunakan untuk keperluan pribadi, termasuk oleh-oleh tidak dibatasi. Sedangkan, jastip yang digunakan bukan untuk pribadi masuk kategori bukan barang pribadi.

Barang-barang yang masuk dalam kategori bukan pribadi termasuk jastip tidak mendapatkan relaksasi dari sisi fiskal yakni pembebasan bea masuk 500 dolar AS per orang untuk setiap kedatangan.

Kemudian barang jastip juga akan dipungut bea masuk (tarif MFN), pajak pertambahan nilai (PPN), dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor.

Sementara untuk barang pribadi diberikan pembebasan bea masuk 500 dolar AS per orang untuk setiap kedatangan. Sementara untuk selisih lebihnya dipungut bea masuk 10 persen, PPN, dan PPh Pasal 22 Impor.

Adapun penilaian terhadap barang bawaan penumpang dan awak sarana pengangkut tergolong sebagai barang pribadi atau non pribadi dilakukan oleh petugas bea cukai sesuai dengan PMK 203/2017.


Baca juga: Kemendag: Barang Impor pekerja migran Indonesia tak lagi dibatasi
Baca juga: Bea Cukai bakal perbaiki proses impor barang kiriman
Baca juga: BP2MI pastikan tak berlaku lagi pembatasan barang milik pekerja migran

Pewarta: Shofi Ayudiana
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2024