Jakarta (ANTARA News) - Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pimpinan KH Abdurrahman Chudlori-Choirul Anam akan melakukan perlawanan hukum dan politik untuk mempertahankan keabsahan seluruh produk PKB hasil Muktamar II di Surabaya berlandaskan putusan kasasi Mahkamah Agung No 1896.K/PDT/2005. Demikian salah satu hasil Musyawarah Pimpinan (Muspim) yang digelar PKB versi Muktamar Surabaya di Jakarta yang digelar sejak Sabtu (26/8) dan ditutup Minggu. Muspim tersebut diikuti 33 DPW PKB se-Indonesia yang berada di kubu tersebut. "Ini bukan soal kalah menang tapi dalam rangka `iqamatil chaq wal adl` (menegakkan kebenaran dan keadilan) karena ternyata para ulama telah dizalimi. Pemerintah telah menzalimi PKB dan perjuangan melawan kezaliman adalah wajib hukumnya seperti taushiyah para kiai," kata Sekjen PKB Idham Cholied kepada pers didampingi Wakil Ketua Umum DPP PKB Muh AS Hikam, Ketua DPP Fathorrasjid, dan pimpinan seluruh DPW PKB. Saat ini, kata Idham, lembaga hukum tidak secara tepat menerapkan kebenaran dan keadilan dalam memutus perkara PKB. Muspim sendiri memandang bahwa MA telah mengeluarkan kesalahan sangat fatal dengan mengeluarkan putusan berbeda terhadap persoalan yang sama. Dikatakannya, putusan kasasi MA No.1896.K/Pdt/2005 tanggal 15 Nopember 2005 secara tegas telah menolak permohonan rekonpensi dari KH Abdurrahman Wahid-Muhaimin Iskandar dkk yang isinya sama dengan gugatan konpensi No 1444/Pdt.G/2005/PN.Jak.Sel mengenai status PKB, lagu, hymne, dan atribut lainnya. "Gugatan Muhaimin dkk tentang atribut PKB itu sebelumnya sudah ditolak oleh MA. Kalau dulu, Muhaimin mengajukan itu dalam gugatan rekonpensi dan telah ditolak untuk seluruhnya oleh MA. Kalau sudah ditolak untuk seluruhnya, mau tanya ahli hukum mana pun ya nggak bisa diajukan lagi. Tapi ternyata sekarang dimenangkan oleh MA," katanya. Dengan adanya dua putusan MA yang saling bertentangan itu, kata Idham, berarti PKB hasil Muktamar Surabaya telah dizalimi. Para kiai yang juga melakukan pertemuan di sela-sela Muspim memberikan taushiyah bahwa perjuangan melawan kezaliman adalah wajib hukumnya. "Kita nyata-nyata telah dizalimi. Taushiyah kiai-kiai adalah perjuangan untuk menegakkan kebenaran dan keadilan dalam arti melawan kezaliman ini wajib hukumnya. Kita tunduk dan patuh pada taushiyah para kiai. apa pun yang terjadi," katanya. Sementara itu AS Hikam menjelaskan, tekad berjuang sampai titik darah penghabisan itu merupakan salah satu ungkapan untuk menunjukkan keseriusan mempertahankan keputusan-keputusan hukum yang sudah ada. "Tidak bisa dikatakan bahwa perjuangan hukum sudah selesai," katanya. Menurut Hikam, MA tidak menyelesaikan masalah tapi justru menciptakan masalah baru dengan adanya dualisme putusan. "Jadi masih ada celah. Kita masih harus berjuang terus. Karena ini urusan partai politik, maka di bidang politik kita juga harus selalu mempertahankan eksistensi kita," katanya. Dikatakannya, di bidang hukum, saat ini pihaknya telah mendaftarkan gugatan mengenai keabsahan Muktamar PKB di Semarang melalui PN Jaksel pada 16 Agustus lalu. Gugatan lain sedang dipersiapkan oleh Alwi Shihab selaku pemegang putusan MA No 1896.K/Pdt/2005. Sementara itu mengenai kemungkinan pendirian partai politik baru, Hikam mengatakan hal itu sebagai hak masing-masing pribadi untuk membicarakannya. "Tidak boleh kita melarang ada orang ingin membuat partai baru, organisasi baru, dan lain sebagainya. Tetapi sejauh ini tidak ada putusan Muspim atau taushiyah yang mengarah ke sana," katanya.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006