Kuala Lumpur (ANTARA News) - Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) menyerukan, putaran pembicaraan multilateral yang diputiskan di Doha dimulai kembali yang telah ditunda sebulan lalu dalam sidang Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) di Jenewa, Swiss.Sebanyak sepuluh menteri ekonomi ASEAN dalam pernyataan akhir, yang diumumkan usai pertemuan di Kuala Lumpur, bahwa mereka siap membantu dihidupkannya kembali perundingan tentang likuidasi rintangan perdagangan atas ekspor pertanian dan produk lain dari negara-negara berkembang.ASEAN berkeyaninan, para anggota WTO seharusnya kembali ke meja perundingan pada akhir tahun ini untuk menyelesaikan sesukses mungkin putaran pembicaraan perdagangan sangat penting yang dimulai di ibukota Qatar pada 2001."Ini sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi semua negara, khususnya negara-negara yang dilanda kemiskinan," demikian salah satu kutipan dokumen tersebut, layaknya dilaporkan Kantor Berita Itar-TASS.Negara-negara kawasan Asia Tenggara yakin atas pertemuan di Kuala Lumpur itu dapat mendukung kondisi ekonomi umum, seperti pasar Eropa pada 2015. ASEAN memutuskan hal itu untuk memulai pembicaraan dengan enam mitranya, termasuk China, Jepang dan India, guna pembentukan suatu zona perdagangan bebas yang besar tak dimaksudkan untuk "menggantikan putaran Doha".Menteri Ekonomi, Perdagangan dan Perindustrian Jepang, Toshihiro Nikai, mengusulkan suatu rencana dimulai kembali secara bertahap putaran Doha pada awal November 2006.Ia menegaskan bahwa syarat utama untuk itu adalah "kemauan politik yang kuat" dan kesediaan berbagai pihak untuk melakukan konsesi timbal balik demi mencapai tujuan bersama, pengurangan dan penghapusan rintangan perdagangan.Dalam kerangka Putaran Doha, 149 anggota WTO, yang didirikan pada 1995, berusaha setuju terhadap liberalisasi perdagangan dalam produk pertanian dengan mengurangi tarif dan subsidi dan tentang upaya pelayanan bebas dan menyelesaikan barang-barang serta mendorong ekspor negara-negara berkembang. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006