Garut (ANTARA News) - Racikan obat tradisonal buatan Aup (53) yang diyakini berhasil menyembuhkan anaknya, Umar (16), dari penyakit flu burung (Avian Influenza/AI) sangat mendesak untuk segera diuji secara ilmiah, kata Hubungan Masyarakat Rumah Sakit Umum Dr. Slamet di Garut, Yogi Prayogi. "Pembuktian secara ilmiah tersebut sangat dibutuhkan, karena sebelumnya Umar yang dinyatakan positip tertular virus AI itu sempat mendapatkan perawatan dan pengobatan secara medis," ujarnya di RSU Dr. Slamet, Garut, Jawa Barat, Minggu. Ia menjelaskan, Umar saat dirawat di ruang isolasi RSU Garut juga mengonsumsi obat tamiflu, obat resmi penyembuh flu burung yang diakui Pemerintah atas rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Menurut Yogi, kesembuhan Umar adalah berkat proses pengobatan secara klinis, meski orang tuanya bersikeras bahwa obat tradisonal racikannya yang berhasil menyembuhkan flu burung. Pihak Dinas Kesehatan maupun kalangan farmasi di Garut, maupun Pemerintah Pusat sejauh ini belum beupaya mengkaji secara ilmiah menyangkut racikan obat tradisional penyembuh flu burung racikan Aup. Padahal, Yogi mengemukakan, pembuktian secara empiris mutlak diperlukan sebelum proses pengobatan alternatif tersebut dipasarkan untuk diperjualbelikan kepada umum. Secara terpisah, Aup, warga Rancasalak Cikelet, sekira 130 km arah Selatan Kota Garut, kepada wartawan menegaskan bahwa berpengalaman selama 25 tahun di bidang pengobatan alternatif, sehingga berani membawa pulang paksa Umar dari ruang isolasi RSU Dr. Slamet --kendati dilarang pihak rumah sakit dan dokter-- untuk disembuhkannya sendiri. Ia mengungkapkan, bahan baku racikan obatnya, antara lain akar, daun, kayu, empedu ular kobra, serta kadut landak, yang dicampur dan ditumbuk hingga halus, kemudian dijemur sampai kering dan disangrai (digoreng tanpa minyak) untuk dijadikan serbuk obat berwarna kuning. Aup juga mengaku sudah menenggak racikan obat ini empat kali sehari dan diperkirakan setelah empat hari bisa sembuh dari penyakit flu burung. Pria itu mengaku, meracik obat sejak tahun 1970-an, dan saat ini harga racikannya laku terjual senilai Rp20.000 untuk menyembuhkan penyakit warga kampung sekitarnya. "Obatnya aman diminum, karena tak memiliki efek samping, dan tidak mengandung kimia," ujarnya. Ia pun mengakui, obat racikan untuk flu burung itu baru pertama kali diujinya langsung kepada Umar, anaknya. Umar sempat masuk ke ruang isolasi RSU Dr Slamet pada 9 Agustus 2006, dan keesokan harinya dibawa pulang secara paksa oleh Aup. Dua penderita lainnya yang juga dirawat bersama Umar dan dinyatakan positif flu burung, yaitu Ai Siti Aminah (9) dan Euis Lina(35), akhirnya meninggal dunia. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006