Mataram (ANTARA) - Kementerian Pertanian telah menetapkan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi salah satu daerah penyangga pangan nasional, yang tidak terlepas dari terus meningkatnya produksi padi dan jagung di wilayah itu.
Kementan mencatat bahwa NTB menyumbang produksi padi sebanyak 880,99 ribu ton pada 2023 atau mengalami kenaikan sebanyak 53,47 ribu ton bila dibandingkan produksi padi 2022 sebesar 827,52 ribu ton.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) NTB, hasil panen padi sepanjang Januari hingga Desember tahun 2023 mengalami kenaikan sebesar 5,89 persen di banding tahun sebelumnya.
Peningkatan produksi padi pada 2023 terjadi di beberapa wilayah potensi penghasil padi, seperti Kabupaten Bima, Kabupaten Sumbawa, dan Kabupaten Dompu. Hanya Kota Mataram yang mengalami penurunan produksi.
Tiga kabupaten/kota dengan produksi gabah kering giling (GKG) tertinggi di 2023, yakni Kabupaten Lombok Tengah, Sumbawa, dan Lombok Timur. Sementara, tiga daerah dengan produksi padi terendah adalah Lombok Utara, Kota Mataram, dan Kota Bima.
Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB mencatat ketersediaan air merupakan salah satu penentu untuk dapat menjamin pertumbuhan dan produksi tanaman secara optimal, namun sumber air dari curah hujan sering tidak cukup, terutama pada musim kemarau. Bahkan, meskipun sudah ada irigasi, seringkali mengalami kekurangan.
Di masa yang akan datang, untuk meningkatkan produksi pangan, kebutuhan akan air juga akan semakin meningkat. Ketersediaan air, pertumbuhan tanaman, produksi pangan, dan ketahanan pangan merupakan satu urutan mata rantai yang berhubungan erat.
Pertumbuhan tanaman tidak mungkin baik kalau airnya kurang, produksi tidak mungkin tinggi kalau pertumbuhan tanaman tidak baik, ketahanan pangan akan bermasalah apabila produksi rendah.
Dapat dikatakan tinggi rendahnya produksi pangan sangat tergantung pada ketersediaan air atau mantap tidaknya ketahanan pangan tergantung pada ketersediaan air.
Apabila persediaan air cukup, maka produksi akan tinggi, sehingga ketahanan pangan menjadi mantap atau sebaliknya. Harapan yang ideal adalah agar ketahanan pangan selalu kondisinya mantap sepanjang waktu.
Petani bisa mendapatkan air dari sungai dengan pengaturan terlebih dahulu agar sama-sama mendapatkan pasokan air dengan jumlah yang cukup. Bisa juga dengan menggunakan air tanah untuk dialirkan ke area persawahan yang sedang digarap.
Pompanisasi
Untuk menjaga NTB sebagai daerah surplus pangan Kementan mengalokasikan 5.100 unit pompa air yang akan dipergunakan untuk mengairi lahan kering dan tadah hujan di NTB sebagai upaya meningkatkan produktivitas pertanian demi ketahanan pangan.
Alokasi 5.100 unit pompa air ini hasil dari 8.261 total yang diverifikasi. Pompa air ini diberikan kepada kelompok tani yang jumlahnya tersebar di NTB, dengan dua jenis program yang diberikan, yakni pompanisasi dengan bantuan mesin pompa air berukuran 2 inchi dan irigasi perpompaan dengan mesin pompa air berukuran 6 inchi.
Untuk program irigasi perpompaan, alokasi kelompok tani yang mendapatkan bantuan diberikan Rp112,8 juta. Dana ini dipakai untuk pengadaan pompa, pengadaan perpipaan, pengadaan rumah pompa dan bak penampung.
Sementara untuk program irigasi perpompaan, NTB mendapatkan alokasi sebanyak 153 unit. Irigasi perpompaan ini khusus lahan kering. Bersifat statis, tadah hujan, tapi harus ada sumber air sepanjang tahun mengalir, seperti sungai.
Diharapkan melalui pompanisasi jumlah produksi padi di NTB pada tajun 2024 menjadi semakin meningkat. Di mana di 2024 ditargetkan 1,4 juta ton GKG. Jumlah ini setara dengan 1 juta ton beras kalau dikonversi, namun jika berbicara kebutuhan beras di NTB hanya 300-400 ribu ton.
Kementerian PUPR menyebutkan terdapat enam bendungan yang dibangun selama masa pemerintahan Jokowi di NTB.
Enam bendungan ini dibangun dalam 10 tahun terakhir sejak 2015 hingga 2024. Rinciannya dua bendungan di Sumbawa Barat, yakni Bintang Bano dan Tiu Suntuk, kemudian dua di Dompu, yakni Bendungan Mila dan Tanju, Bendungan Sila di Kabupaten Bima dan Bendungan Meninting di Lombok Barat. Total ada 12 bendungan yang dibangun di NTB.
Pembangunan bendungan ini sangat penting untuk keberlangsungan daerah lumbung pangan, seperti NTB. Selain itu, pembangunan bendungan ini juga untuk mengurangi risiko banjir yang sering melanda di beberapa wilayah di NTB. Salah satu daerah yang sering dilanda banjir adalah Kota Taliwang di Sumbawa Barat.
Meski demikian, pembangunan enam bendungan yang ada di Pulau Sumbawa dan Lombok ini tidak bisa langsung sepenuhnya mengatasi banjir, tetapi paling tidak bisa mengurangi.
Selain sebagai penahan banjir, irigasi ke daerah lumbung pangan di daerah pertanian, pembangunan enam bendungan di NTB juga bisa dimanfaatkan sebagai area wisata, seperti Bintang Bano (Sumbawa Barat) dan Meninting di Lombok Barat.
Perda perlindungan air
Selain itu untuk menjaga pengelolaan air dalam menunjang ketahanan pangan di NTB, sudah diterbitkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Perlindungan dan Pelestarian Mata Air.
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) NTB mengatakan semangat lahirnya Perda tentang Perlindungan dan Pelestarian Mata Air atas inisiatif DPRD NTB ini untuk menjaga air dan daerah aliran sungai tetap terjaga, menyusul isu bahwa keberadaan sumber mata air di NTB berkurang dari tahun ke tahun akibat perubahan fungsi hutan menjadi lahan pertanian, sehingga diperlukan upaya konkrit untuk menyelamatkan, dimulai dengan menerbitkan perda tersebut.
Perda ini mengatur mulai inventarisasi, identifikasi, pengelolaan, perlindungan sampai dengan insentifnya. Termasuk, kewajiban daerah untuk menyiapkan anggaran pengelolaan perlindungan mata air ini sebesar 1,03 persen dari APBD.
Berdasarkan pendataan, jumlah sumber air di NTB saat ini sebanyak 604. Dari jumlah itu kemungkinan masih ada yang belum teridentifikasi. Diharapkan melalui perda, selanjutnya diteruskan agar menjadi peraturan gubernur (pergub). Bahkan ke depan keberadaan perda ini bisa menjadi sumber pendapatan asli daerah (PAD).
Pengelolaan mata air supaya diserap memberikan manfaat tidak hanya air minum tapi juga irigasi untuk masuk bendungan tidak hilang langsung ke laut. Bagaimana insentif para pihak yang sudah melakukan perlindungan di hulu selalu bisa dapat manfaatnya.
Pekerjaan ini bersama dengan kabupaten dan kota di daerah luar kawasan hutan. Pertanian dan perkebunan tetap dirasakan keasriannya, tetapi ekonomi juga harus tetap, meskipun tidak memberi jaminan bahwa air tidak akan kurang.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2024