Bangui, Republik Afrika Tengah (ANTARA News) - Sedikitnya 300 orang tewas dalam kekerasan di Republik Afrika Tengah sejak Kamis, kata pejabat Palang Merah kepada AFP.
Palang Merah memiliki jumlah sementara 281 dari penghitungan mayat di kamar-kamar mayat dan di jalan-jalan, kata pejabat itu.
Dia menambahkan bahwa para petugas medis tidak mampu menjangkau seluruh wilayah yang terkena sasaran kekerasan di mana saksi mengatakan ada beberapa mayat lainnya yang belum diambil.
Prancis Jumat mengerahkan hampir 1.000 tentara untuk membantu memulihkan keamanan yang tengah mendidih di Republik Afrika Tengah pada saat warga mengungsi dari bentrokan sektarian yang Palang Merah katakan telah menewaskan sedikitnya 300 orang.
Tentara Prancis berpatroli di jalan-jalan ibu kota Bangui dengan kendaraan-kendaraan lapis baja dalam upaya untuk memadamkan ketegangan di bekas koloninya di mana PBB telah mengamanatkan pasukan penjaga perdamaian hingga 1.200.
Bentrokan kekerasan dan pembantaian sejak Kamis telah menewaskan setidaknya 300 orang, kata seorang pejabat Palang Merah AFP, Jumat dengan syarat tak disebut jatidirinya.
Sementara itu, badan amal medis Doctors Without Borders (MSF) mengatakan 92 orang tewas dan 155 orang lainnya terluka telah terdaftar di salah satu rumah sakit di Bangui, sementara wartawan AFP di kota itu menghitung 80 mayat di sebuah masjid dan jalan-jalan sekitarnya.
Dalam upaya untuk mencari perlindungan dari pertempuran di lingkungan mereka, ribuan warga telah berkumpul di sekitar bandara Bangui dimana kedua tentara Prancis dan pasukan Afrika berpangkalan.
Wilayah yang sama adalah tempat bentrokan pada subuh Kamis antara orang-orang bersenjata dan pasukan Prancis di mana beberapa pejuang Afrika Tengah tewas, menurut tentara Prancis .
"Sebuah pick-up bersenjata melepaskan tembakan tiga kali ke arah warga sipil dan tentara Perancis. Setelah ketiga kalinya, kami membalas dan menghancurkan kendaraan mereka," kata pihak militer.
Empat orang tewas dan enam luka-luka, kata juru bicara Gilles Jaron, dan menambahkan bahwa tidak ada warga sipil atau tentara Prancis yang terluka .
Republik Afrika Tengah telah merosot ke dalam kekacauan karena beraneka ragam koalisi pejuang pemberontak yang dikenal sebagai Seleka menggulingkan pemerintah pada Maret dan melantik kepala mereka sendiri, Michel Djotodia, sebagai presiden - yang pertama pemimpin Muslim di negara mayoritas Kristen.
Ini adalah yang terbaru dalam serangkaian pemberontakan dan kudeta di negara miskin itu, di mana harapan hidup hanya mencapai 49 tahun dan pendapatan rata-rata kurang dari dua dolar AS per hari. (Uu.H-AK)
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013