Kuba meminta waktu untuk berbicara, namun Direktur Jenderal WTO Roberto Azevedo tidak menyetujui hal tersebut,"
Nusa Dua, Bali (ANTARA News) - Paket Bali kembali terancam gagal disepakati karena India yang keberatan atas solusi interim dengan stok ketahanan pangan, kali ini giliran Kuba yang secara tiba-tiba meminta waktu untuk berbicara dalam Konferensi Tingkat Menteri World Trade Organization ke-9.
"Kuba meminta waktu untuk berbicara, namun Direktur Jenderal WTO Roberto Azevedo tidak menyetujui hal tersebut," kata Juru Bicara WTO Keith Rockwell, saat ditemui wartawan di Media Center WTO, Nusa Dua, Bali, Jumat malam.
Rockwell mengatakan, dalam kesempatan tersebut Azevedo membagikan Draf Paket Bali untuk dibaca terlebih dahulu, dan akan didiskusikan kembali pada pukul 12.00 WITA untuk diambil keputusan.
"Kuba terlihat sangat tidak senang, dan meminta waktu bicara saat itu juga. Namun Azevedo menjelaskan bahwa pertemuan tersebut hanya dikhususkan untuk membagikan Draf Paket Bali itu," ujar Rockwell.
Menurut Rockwell, dia masih belum mengetahui apa keberatan dari Kuba yang meminta kesempatan untuk bicara, namun sepertinya mereka ingin membicarakan konten yang ada di draf baru tersebut.
Rockwell menjelaskan, apabila saat itu Kuba diberikan kesempatan untuk berbicara, maka seluruh anggota juga akan mengajukan hal yang sama dan mengesampingkan Draf Paket Bali untuk dipelajari terlebih dahulu.
"Semua akan memiliki waktu untuk berbicara saat pertemuan dilanjutkan, kurang lebih pukul 12.00 waktu setempat," ujar Rockwell.
Sementara itu, menurut Rockwell, Delegasi Amerika Serikat yang diwakili Michael Froman dan Menteri Perdagangan dan Perindustrian India Anand Sharma menunjukkan sikap yang positif.
"Froman dan Sharma saling merangkul, orang-orang tertawa, dan bertepuk tangan," ujar Rockwell.
Sebelumnya, sikap India hingga hari ketiga KTM WTO ke-9 bukan melunak, bahkan negeri Bollywood tersebut bersikeras bahwa apa yang diperjuangkannya tersebut merupakan hal yang sangat fundamental.
"Saya tegaskan, kami datang ke Bali bukan untuk memohon adanya peace clause yang mengikat dengan menggunakan acuan harga produk pertanian dari tahun 1986-1988," tegas Sharma dalam jumpa pers di Nusa Dua, Bali, Kamis (5/12).
Selama ini, pengaturan besaran harga acuan pokok produk pertanian diambil dari mekanisme Agreement on Agriculture (AoA) tahun 1994 di Uruguay tentang mekanisme pemberian subsidi pertanian bagi negara maju dan berkembang.
Sikap India menuntut adanya perubahan harga acuan pokok pertanian yang hingga saat ini masih menggunakan acuan Putaran Uruguay tahun 1986-1988 karena dinilai sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini yang telah memasuki abad 21.
"Jika kita mengacu pada harga acuan produk pertanian dari Putaran Uruguay, tidak ada keseimbangan, karena harga tersebut berdasarkan tahun 1986-1988," kata Sharma.
Dalam penentuan apakah Paket Bali bisa dibuahkan atau tidak, WTO menganut klausul "Single Undertaking" yang berbunyi "Nothing is agreed, until everything is agreed" atau tidak ada sesuatu yang bisa disepakati sampai semua menyetujuinya.
Jika pada akhirnya India dan Kuba tidak merubah sikap dan tetap menolak untuk menyetujui Draf Paket Bali tersebut, bisa dipastikan dari KTM WTO ke-9 yang berlangsung di Bali pada 3 sampai 6 Desember 2013 itu tidak menghasilkan kesepakatan apapun. (V003/A029)
Pewarta: Vicki F
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013