Kepentingan kita tidak boleh tergadai oleh kepentingan negara-negara yang sudah maju. Jika memang dianggap merugikan, kita harusnya berani tegas menolak,"

Jakarta (ANTARA News) - Isu pertanian masih menjadi perbincangan yang alot didiskusikan dalam konteks perdagangan antar negara, kata Heru Cokro, Presiden Terpilih Junior Chamber International (JCI) Indonesia.

Dalam keterangan persnya di Jakarta, Jumat, Heru Cokro menilai, seharusnya Indonesia mengedepankan kepentingan pertanian lokal.

"Kepentingan kita tidak boleh tergadai oleh kepentingan negara-negara yang sudah maju. Jika memang dianggap merugikan, kita harusnya berani tegas menolak," katanya.

Menurut Heru, Kedaulatan pertanian di Indonesia masih menjadi masalah yang serius. Sebagai negara agraris yang memiliki potensi besar, Indonesia masih saja terus terpaksa mengimpor produk-produk pertanian. Untuk komoditas beras saja, selama periode Januari-Juni 2013, Indonesia tercatat mengimpor 239 ribu ton atau 1.234,4 juta dolar AS.

"Hal ini disebabkan oleh kegagalan dalam mengelola potensi pertanian lokal yang ada. Selain itu, hal tersebut juga mungkin muncul lantaran lemahnya daya saing produk-produk pertanian dalam negeri," katanya.

Oleh karena itu, kata Heru, salah satu cara yang bisa tempuh adalah lewat memperjuangkan peningkatan subsidi bagi petani dalam negeri.

"Dalam Agreement on Agricultural di Uruguay pada 1986, disepakati maksimal subsidi pertanian yang diberikan kepada negara berkembang sebesar 10 persen, sedangkan negara maju maksimal 5 persen," ujarnya.

Heru menilai, ambang batas maksimal angka subsidi tersebut, seharusnya bisa dievaluasi kembali. Pada kenyataannya, angka tersebut dinilai tidak cukup mampu mengangkat daya saing petani dan produk pertanian lokal di pentas global. "Referensi batas angka subsidi tersebut sudah tidak lagi relevan," kata Heru.

Untuk kasus-kasus yang terjadi di negara berkembang dan miskin, Heru menilai sangat wajar jika ada penambahan subsidi pertanian yang lebih tinggi. Langkah ini dianggap strategis untuk menuju ketahanan pangan yang terjaga.

"Kita bisa mencontoh India. Mereka sadar betul apa kebutuhan mereka dan mau memperjuangkannya," ujarnya.

Heru Cokro menilai, Indonesia tidak bisa lagi main-main dalam menghadapi perdagangan bebas yang semakin menyentuh banyak aspek. Perlu kesungguhan yang kuat agar negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam dan sumber daya manusia ini, mampu semakin kuat di pentas global.

"Dalam menghadapi globalisasi dan pasar bebas, Indonesia memiliki potensi luar biasa. Yang kita perlukan adalah berjuang untuk menata pasar bebas tersebut agar menjadi pasar yang adil dan tidak hanya menguntungkan segelintir negara saja," katanya.(*)

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013