Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional dan Pemerintah Kota Yogyakarta bekerja sama mengenalkan tradisi mitoni, upacara adat bagi perempuan hamil dalam budaya Jawa saat janin berusia tujuh bulan, karena dinilai mampu menjaga kesehatan kehamilan.

"Kita bisa mengubah tradisi yang kaya menjadi alat program sosial yang mampu membantu kehidupan orang banyak. Dari generasi ke generasi, metode transformasi kita bukan hanya merayakan fase kehamilan, tetapi juga berpartisipasi dalam gerakan besar untuk meningkatkan kehidupan generasi yang akan datang," kata Asisten Bidang Pemberdayaan Sumber Daya Masyarakat Sekretaris Daerah Kota Yogyakarta Sugeng Purwanto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.

BKKBN bersama Tim Penggerak PKK Kota Yogyakarta menyelenggarakan kegiatan edukasi kesehatan ibu hamil dan keluarga yang dipadukan dengan tradisi Jawa atau dikenal dengan tujuh bulanan (mitoni) di Grha Pandawa Balai Kota Yogyakarta pada Sabtu (27/4).

Pada prosesi upacara mitoni dibuat bancakan (syukuran) berupa nasi tumpeng, dawet, rujak, telur, sayur-sayuran (gudangan), dan pisang yang bisa dijadikan edukasi menu makanan bergizi untuk ibu hamil.

"Guna menambah pengetahuan ibu hamil dalam mempersiapkan bayinya agar tidak stunting, diperlukan edukasi yang tidak hanya pengetahuan, tetapi juga contoh nyata, salah satunya dengan makan-makanan dengan gizi seimbang, utamanya protein hewani," ucapnya.

Baca juga: Endometriosis dapat menimbulkan konsekuensi pada kehamilan

Di Kota Yogyakarta, kata dia, tradisi mitoni tetap lestari dan tidak lepas dari kehidupan masyarakat serta telah menjadi kebiasaan untuk menghormati kehidupan yang belum lahir, dan untuk menciptakan keselarasan, kesucian, serta harapan bagi masyarakat.

"Di saat bayi dalam kandungan menginjak usia tujuh bulan, tradisi ini dilakukan untuk menyambut kehidupan baru dengan sukacita dan persiapan yang matang. Namun, meski tradisi ini sudah dijalankan, kita masih menghadapi masalah besar yang menjadi perhatian bersama, yaitu stunting," katanya.

Pada kesempatan tersebut, Sugeng mengajak semua pihak untuk menggunakan metode tradisi sebagai platform edukasi bagi seluruh masyarakat, utamanya di DIY.

"Di setiap sarana dan tahapan belajar, hendaknya menyelipkan pesan penting mengenai kisi-kisi perawatan prematur dan pentingnya penundaan usia perkawinan," katanya.

Ia mengemukakan melalui tradisi dan inovasi, tidak hanya melindungi warisan budaya, tetapi juga menciptakan masa depan yang lebih bijak.

"Untuk itu, mari kita bergandengan tangan mengedukasi dan memberdayakan masyarakat, khususnya ibu hamil dengan pengetahuan dan sumber daya yang memadai untuk melawan stunting," kata Sugeng.

Baca juga: Dokter: Waspadai faktor risiko gagal jantung pada masa kehamilan
Baca juga: Waspadai anemia selama kehamilan

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024