Perolehan peptida dari teripang pasir diharapkan dapat menjadi alternatif peptida pengikat zinc yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi kekurangan zinc dan menjaga kesehatan
Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) meneliti suplemen zinc generasi ketiga dari peptida teripang untuk mengatasi kekurangan zinc pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) anak.

Peneliti Pusat Riset Vaksin dan Obat BRIN Gita Syahputra mengatakan teripang merupakan salah satu sumber peptida. Zinc yang terikat pada peptida memiliki tingkat absorpsi yang lebih baik dibanding suplemen zinc generasi sebelumnya.

"Perolehan peptida dari teripang pasir diharapkan dapat menjadi alternatif peptida pengikat zinc yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi kekurangan zinc dan menjaga kesehatan," kata Gita dalam keterangan di Jakarta, Selasa.

Suplemen zinc yang tersedia di pasaran saat ini masih perlu pengembangan lanjutan. Kegiatan pengembangan dibutuhkan untuk meningkatkan daya serap suplemen zinc dan mengurangi efek samping yang ditimbulkan, seperti iritasi pencernaan, reaksi mual, dan muntah.

Baca juga: Kondisi stunting bisa diperbaiki asal penuhi MPASI di 1000 HPK

Kini hewan laut teripang dengan nama latin Holothuria scabra sudah berhasil dibudidayakan di beberapa tempat, seperti Lombok, Nusa Tenggara Barat, dan Bali.

Gita menuturkan 1.000 HPK anak adalah salah satu fase penting dalam tumbuh kembang anak, sehingga asupan gizi perlu dimaksimalkan.

Menurutnya, beberapa kondisi kekurangan zinc merupakan salah satu kondisi yang sering terjadi pada anak dan dapat ditangani dengan pemberian nutrisi atau suplementasi zinc bila perlu.

"Pengembangan produk teripang diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah teripang, sehingga layak dipasarkan menjadi bahan suplemen," ujar Gita.

Baca juga: Dokter: Nutrisi dalam udang bermanfaat bagi kulit hingga tulang

BRIN menggarap penelitian itu menggunakan komputasi yang dikombinasikan dengan eksperimental di laboratorium untuk meningkatkan kualitas data yang dikumpulkan.

Pemanfaatan komputasi dilakukan untuk menemukan protein target yang mempengaruhi kekurangan zinc dalam terapi tertarget dengan peptida terikat zinc.

Penelitian dengan komputasi juga untuk melakukan simulasi kandidat suplemen agar sesuai dengan kondisi tubuh, sehingga dapat diprediksikan mekanisme interaksi dengan protein target dan peptida pengikat zinc yang sesuai dengan kondisi tubuh.

Berdasarkan hasil komputasi dengan farmakologi jejaring, kata Gita, gen SLC39A2/ZIP2 dan SLC39A4/ZIP4 yang ditemukan pada membran usus merupakan protein transporter zinc yang paling berperan dalam kekurangan zinc.

Penelitian eksperimental di laboratorium itu menemukan enam buah peptida pengikat zinc dari teripang yang telah berhasil dikarakterisasi dengan baik.

Baca juga: BRIN hasilkan suplemen kesehatan tingkatkan daya tahan tubuh

Seluruh peptida tersebut telah berhasil dipatenkan dan sudah dievaluasi pada model hewan coba yang defisiensi zinc, yakni pada anak tikus yang diperoleh dari induk dengan defisiensi zinc.

Gita menyampaikan model yang dikembangkan itu sesuai untuk kondisi 1.000 HPK pada manusia.

Peptida pengikat zinc dari teripang juga tidak mengganggu penyerapan zat penting lain seperti zat besi. Pemberian peptida pengikat zinc cenderung mengembalikan berat badan anak tikus dengan kekurangan zinc.

Bahkan, kondisi itu diikuti dengan kembali normalnya kadar beberapa protein transport zinc di usus.

“Temuan ini merupakan dasar pengembangan yang akan membawa peptida pengikat zinc dari teripang menjadi produk unggulan untuk suplementasi zinc tertarget pada kondisi kekurangan zinc pada anak,” ujar Gita yang baru saja menyelesaikan studi doktoral bidang Ilmu Biomedik di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) tersebut.

Baca juga: BRIN ingatkan potensi ikan untuk mengatasi stunting
Baca juga: BRIN: Mengatasi masalah stunting dengan konsumsi mineral seng

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2024