Jakarta (ANTARA News) - Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghilangkan fungsi pengawasan Komisi Yudisial (KY) membuat fungsi lembaga tersebut menjadi tumpul, sehingga Komisi III DPR merasa perlu segera melakukan revisi UU KY.
"Komisi III DPR akan segera memprioritaskan revisi UU KY. DPR harus segera memperkuat UU KY kalau memang alasan MK menghapus fungsi pengawasan KY adalah karena ketidakjelasan UU KY," kata Wakil Ketua Komisi III DPR Almuzammil Yusuf menjawab pertanyaan ANTARA di Jakarta, Sabtu.
Sebelumnya, MK dalam putusan uji materiil UU No 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial dan UU No 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (KK) yang diajukan oleh 31 hakim agung di Jakarta, Rabu (23/8), memutuskan menghilangkan ketentuan yang mengatur tentang fungsi pengawasan KY.
Dengan keputusan MK tersebut, katanya, fungsi KY menjadi sangat tumpul dan praktis hanya tinggal memiliki satu fungsi saja yakni memilih hakim agung.
Ia menilai, MK tidak jeli melihat alasan keberadaan KY yang justru dibentuk dalam upaya meningkatkan fungsi pengawasan karena semakin banyaknya ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan dengan adanya "mafia peradilan".
"MK hanya mempertimbangkan masalah itu secara `letter lux` saja, tidak pada susbtansi latar belakang pembentukan KY," kata politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Di luar negeri, lanjutnya, KY memang berfungsi pada pengawasan hakim sehingga jika kewenangan tersebut dihapuskan tentu saja akan semakin menyuburkan mafia peradilan di Tanah Air.
Almuzammil mengatakan, pasal 24 B ayat (1) UUD 1945 hasil amandemen menyebutkan "Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim".
"Jangan-jangan keputusan MK yang menghilangkan fungsi pengawasan KY justru bertentangan dengan UUD 1945. Fungsi kedua KY menjadi hilang yaitu menjaga dan menegakkan kehormatan dan martabat hakim," katanya.
Dengan dihilangkannya fungsi pengawasan KY, lanjutnya, maka kedudukan KY menjadi sangat lemah sehingga wajar jika KY pada Jumat (25/8) mengumumkan untuk sementara tidak bisa menerima laporan masyarakat.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006