Jakarta (ANTARA News) - Badan Narkotika Nasional mendesak Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi untuk segera merumuskan undang-undang yang memasukkan zat psikoaktif baru atau zat turunan narkoba ke dalam Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009.
"Kita sudah mendesak kepada Menkes, pihak mereka bilang sedang digodok, digodoknya seperti apa saya juga tidak mengerti," kata Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat BNN Vincentius Sambudiono di Jakarta, Kamis.
Sambudiono mengatakan zat psikoaktif baru harus segera dimasukkan ke dalam undang-undang, agar pembuat atau pengedar tidak terlepas dari jerat hukum karena 24 jenis baru tersebut belum tercantum dalam UU Narkotika.
Dia mengatakan apabila belum dicantumkan ke dalam UU, maka proses hukum seseorang yang kedapatan menggunakan narkoba jenis baru akan sulit, seperti kasus selebritis kondang Raffi Ahmad.
Pada kasus Raffi Ahmad, BNN tidak memiliki kewenangan untuk menyidik karena narkoba yang digunakan merupakan jenis baru dan tidak ada dalam UU Nomor 35 Tahun 2009, sementara kewenangan BNN hanya sebatas UU tersebut.
Dia menjelaskan Raffi bisa dijerat dengan pasal dan UU Kesehatan seperti pada kasus Zarima silam, namun yang memiliki kewenangan, yakni Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, bukan BNN.
Narkoba yang dipakai oleh Raffi, yakni jenis methynon, yang merupakan salah satu dari 24 zat psikoatif baru yang ditemukan di Indonesia 251 jenis di dunia saat ini.
Zat-zat tersebut, di antaranya synthetic cannabinoid, synthetic cathinones, piperazines, ketamine, phenethylamines dan zat-zat lainnya, seperti aminoindanes, phencyclidine-type substances, tryptamines dan captagon.
Hal sama juga disampaikan Kepala BNN Anang iskandar yang mengatakan pihaknya masih menunggu Menkes untuk menandatangani UU tersebut.
"Sudah setuju dan disambut baik, tapi tinggal dibentuk mekanismenya supaya ditandatangani Menkes," tukasnya.
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013