Jakarta (ANTARA News) - Budayawan Goenawan Mohammad memberikan tantangan kepada para penulis muda untuk terus menghasilkan karya yang lebih baik dari para seniornya.
"Sudah seharusnya para penulis muda lebih baik dari penulis sebelumnya," kata Goenawan Mohammad dalam diskusi buku "Pramoedya Ananta Toer dan Satra Realisme Sosialisme" buah pena penulis muda Eka Kurniawan, di Jakarta, Jumat.
Melimpahnya sumber bacaan, mudahnya para penulis memperoleh akses untuk penelitian dan iklim kekuasaan yang terbuka bagi karya sastra menjadi alasan Goenawan mengajukan tantangannya kepada para penulis muda mengeluarkan karya yang bermutu.
Tokoh Manifesto Kebudayaan di masa pemerintahan Presiden Soekarno itu mengatakan, pada masa Demokrasi Terpimpin Soekarno, karya sastra didominasi oleh "karya revolusioner" keluaran China dan Rusia.
"Hanya karya-karya itu yang ada di pasaran, dan hanya itu yang dapat kita baca, karena bacaan dibatasi oleh penguasa," kata empunya "Catatan Pinggir" di majalah Tempo tersebut.
GM, begitu Goenawan Mohammad sering disapa, mengungkapkan bahwa selama masa Orde Lama tersebut juga banyak karya sastra atau buku yang
ngawur.
"Sedikitnya bahan bacaan dan tidak ada penerbitan dari barat, serta kurangnya perdebatan menjadikan karya sastra yang
ngawur pada saat itu," katanya.
Di Orde Baru, dalam pandangan GM, justru sebaliknya, yakni banyak karya sastra yang dianggap
kiri atau berbau sosialisme dan komunisme dilarang masuk ke Indonesia, sehingga debat karya sastra terbelenggu.
"Di zaman kebebasan ini karya sastra harus lebih maju dari para pendahulunya," demikian Goenawan Mohammad. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006