Mukomuko (ANTARA) - Aktivitas mencari lokan atau kerang sepanjang Sungai Selagan di Desa Tanah Harapan, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, sejak sepekan terakhir berhenti total setelah ada salah satu warga yang meninggal dunia akibat diserang buaya di sungai tersebut.
Seorang warga Desa Tanah Harapan, Kecamatan Kota Mukomuko, meninggal dunia karena diserang buaya muara saat mencari lokan di Sungai Selagan, Senin (15/4) siang.
Korban bernama Ide Suprianto (27), asal Desa Sari Bulan, Kecamatan Air Dikit, yang menikah dengan warga Desa Tanah Harapan meninggal dunia setelah kakinya digigit buaya.
Kasus kematian manusia akibat diserang buaya di Sungai Selagan, selain dialami oleh pencari lokan, kasus yang sama juga terjadi terhadap pencari lokan di Desa Tanah Rekah, Kecamatan Kota Mukomuko.
Sabri (65), warga Desa Tanah Rekah, meninggal dunia akibat diserang buaya muara saat mencari lokan di Sungai Selagan pada Senin (21/2/2022) siang.
Kepala Desa Tanah Harapan Bujarman mengatakan kalau aktivitas mencari lokan di Sungai Selagan tidak ada lagi. Kini, aktivitas yang masih ada di sungai tersebut adalah melangsir buah sawit menggunakan perahu.
Desa Tanah Harapan merupakan desa pemekaran dari Desa Tanah Rekah. Saat ini, desa tersebut dihuni oleh lebih dari 500 kepala keluarga.
Dari sekian banyak penduduk di wilayah itu, rata-rata atau sekitar 40-50 persen di antaranya bekerja sebagai pencari lokan, dengan cara menyelam di dasar Sungai Selagan.
Lokan dibutuhkan sebagai bahan baku utama untuk membuat "samba lokan", makanan khas asal Kabupaten Mukomuko.
Selain ditekuni oleh sebagian besar warganya, aktivitas mencari lokan juga dilakukan oleh warga Desa Tanah Rekah dan Desa Pondok Batu.
Hanya saja, saat ini tidak ada lagi warga Desa Pondok Batu yang bekerja sebagai pencari lokan, sejak kasus kematian warga Desa Tanah Rekah akibat dimangsa buaya pada 2022.
Turun temurun
Kebiasaan warga di Desa Tanah Harapan dan Desa Tanah Rekah mencari lokan di sungai tersebut karena sudah menjadi kebiasaan nenek moyang warga desa itu, sejak zaman dulu.
Bahkan, buaya muara tersebut sudah ada sejak dahulu di sungai tersebut, termasuk permasalahan konflik buaya dan manusia, namun tidak terdengar ada pencari lokan yang meninggal karena digigit buaya.
Berdasarkan cerita dari warga wilayah itu, nenek moyang mereka mencari lokan di Sungai Selagan menggunakan perahu, dan pantangan bagi mereka mencari lokan menggunakan pelampung.
"Menurut aturan nenek moyang dulu, tidak boleh pakai pelampung, seperti jerigen bekas penyimpanan oli diikat pakai tali," ujar Kepala Desa Tanah Harapan Bujarman.
Dulu, warga di wilayah itu melakukan tindakan sendiri menyewa pawang dari Palembang untuk menangkap buaya yang menganggu, bahkan menyerang warga yang mencari lokan di sungai tersebut.
Namun sekarang ini warga sudah tahu aturan, sehingga mereka tidak melakukan tindakan yang dapat melanggar perudang-undangan terkait perlindungan pada satwa dilindungi.
Selain itu, pemerintah desa juga menyarankan kepada warga untuk tidak melakukan tindakan melanggar hukum. Sebelumnya, warga bisa bergerak sendiri mengatasi buaya yang memangsa manusia.
"Kalau dari desa aman, namun warga tetap menunggu tindakan dari BKSDA untuk menangani buaya yang telah memangsa warga di wilayah ini," ujarnya.
Pihaknya sudah melakukan pertemuan dengan BKSDA, termasuk berkirim surat untuk segera dilakukan tindakan penanganan terhadap buaya di Sungai Selagan.
Bujarman menegaskan bahwa jika BKSDA tidak segera melakukan tindakan terkait keberadaan buaya ini, dikhawatirkan warga melakukan tindakan sendiri.
Jangan dibunuh
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Bengkulu selalu meminta warga agar tidak ada lagi buaya di Sungai Selagan Kabupaten Mukomuko yang mati karena dipancing, seperti yang terjadi pada Februari 2024.
"Intinya kami menyarankan tidak ada tindakan, baik oleh masyarakat atau siapa pun yang membuat satwa dilindungi mati, seperti setahun yang lalu dipancing, akhirnya mati," kata Kepala Seksi Konservasi Wilayah I Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu Said Jauhari.
Menurut dia, paling tidak, kalau masyarakat atau siapapun, mau melakukan penyelamatan satwa di air, boleh saja, tetapi tidak membuat satwa itu mati.
"Masyarakat bisa menggunakan kearifan lokal maupun menggunakan pawang, atau pasang perangkap di sungai, kemudian kami evakuasi atau dipindahkan," ujarnya.
Selain itu, BKSDA akan bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mengevakuasi buaya yang memangsa warga Desa Tanah Harapan di Sungai Selagan.
Kepala Resor KSDA Kabupaten Mukomuko Damin mengatakan pihaknya telah melakukan pertemuan dengan pihak kecamatan dan desa terkait penanganan buaya di Sungai Selagan.
"Kami akan melakukan upaya evakuasi buaya bermasalah tersebut, namun posisi ketersediaan peralatan atau alat perangkap belum memadai. Kini, masih dalam persiapan alat perangkap," katanya.
Terkait alat perangkap buaya, katanya, kalau koordinasi terakhir dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan BKSDA Bengkulu, DLH akan mengupayakan alat perangkapnya.
"Butuh waktu untuk menyiapkan alat perangkap, kami harap secepatnya. Bagi kami, penanganan konflik buaya dengan manusia ini merupakan masalah baru," ujarnya.
Selama ini, BKSDA menangani konflik beruang dan harimau, sehingga sudah tersedia alat perangkapnya. Untuk menangani masalah budaya, lokasinya berbeda, yakni di air.
Damin mengemukakan, masalah lainnya, setelah buaya ditangkap, pihaknya belum tahu satwa tersebut akan dipindahkan kemana.
Beberapa kebun binatang, pemelihara satwa, dan lembaga konservasi umum lainnya, tidak ada yang kekurangan koleksi buaya.
Karena itu, yang bisa dilakukan oleh BKSDA adalah memasang papan peringatan "waspada buaya" di sepanjang Sungai Selagan untuk pengingat warga.
Selain dari BKSDA, pemasangan papan peringatan juga dilakukan oleh kepolisian sektor setempat.
Membuat perangkap
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Mukomuko menyatakan siap membantu BKSDA untuk membuat alat khusus perangkap buaya di Sungai Selagan.
"Berdasarkan hasil koordinasi Kepala Dinas LH Mukomuko dengan BKSDA Bengkulu, kami yang membuat perangkap buaya," kata Kabid Penaatan dan Peningkatan Kapasitas pada Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Mukomuko Agus Suardi.
Kepala DLH Kabupaten Mukomuko Budi Yanto, sebelumnya menemui BKSDA Bengkulu guna membahas solusi untuk mengatasi buaya yang memangsa warga Desa Tanah Harapan di Sungai Selagan.
Ia mengatakan, pihaknya akan menjalin kerja sama dengan pihak terkait lainnya untuk membuat peralatan khusus perangkap buaya.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2024