Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Daan Dimara, yang menjadi terdakwa dalam kasus korupsi pengadaan segel sampul surat suara Pemilihan Umum 2004 menolak melanjutkan persidangan dengan agenda pemeriksaan terdakwa. Dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Jakarta, Jumat, pada awal persidangan Daan langsung meminta, agar majelis menetapkan pelaksanaan sidang untuk mengonfrontir Hamid Awaluddin dengan lima saksi dalam kasus yang kini dimejahijaukan itu. Para saksi itu pernah diminta keterangannya, karena mereka dianggap terkait dengan rapat mengenai pengadaan segel sampul surat suara Pemilu 2004 yang berlangsung pada 14 Juni 2004. "Saya meminta, agar yang mulia menghadirkan Hamid ke sini dan dikonfrontir dengan lima saksi lain, karena keterangan mereka yang bertentangan," kata Daan Dimara. Dia menolak diperiksa selaku terdakwa sebelum tuntutannya itu dikabulkan. Menanggapi permintaan tersebut, Ketua Majelis Hakim Gusrizal menyatakan bahwa sejak awal majelis telah bersikap tidak dapat menetapkan adanya sumpah palsu, karena kewenangan penetapan itu ada pada peradilan umum. "Jadi, sejak awal kita tidak memiliki kewenangan untuk itu, silakan bila hendak melaporkan kepada pihak lain yang berwenang secara hukum," kata Gusrizal. Mendengar jawaban majelis hakim, Daan tampak kecewa dan emosional, sehingga ketika acara persidangan hendak dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan keterangan terdakwa, dia langsung meninggalkan ruangan sidang. Majelis kemudian melanjutkan persidangan sesuai Pasal 175 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yaitu jika terdakwa tidak mau menjawab atau menolak untuk menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya, hakim ketua sidang menganjurkan untuk menjawab dan setelah itu pemeriksaan dilanjutkan. Akhirnya Gusrizal memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk membacakan berita acara pemeriksaan. Sidang yang dimulai pada pukul 14.45 WIB itu sempat sedikit ricuh, ketika sejumlah pemuda dari Forum Solidaritas Masyarakat Papua di Jakarta menjungkirbalikkan salah satu bangku di ruang sidang, serta berteriak-teriak, sebagai reaksi mereka atas keputusan majelis hakim. Gusrizal kemudian meminta aparat keamanan untuk menenangkan situasi, dan sekitar lima menit kemudian suasana persidangan kembali tenang. Selain terdakwa, penasehat hukum Daan Dimara, Erik S. Paat, pada persidangan yan sama hari Selasa (22/8) pun juga keluar dari ruang sidang (walkout), dan tidak hadir dalam persidangan Jumat (25/8). Daan Dimara didakwa memperkaya rekanan pengadaan segel surat suara Pemilu 2004 senilai Rp3,54 miliar. JPU menilai, hal tersebut terjadi, karena terdakwa selaku ketua pengadaan segel surat suara melakukan penunjukan langsung yang tidak sesuai prosedur. Daan didakwa melanggar hukum sesuai Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 (1) huruf b, ayat (2) dan ayat (3) UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP pada dakwaan pertama primair. Daan juga didakwa menerima uang 110 ribu dolar Amerika Serikat (AS) dari Kepala Biro Keuangan KPU, Hamdani Amin. Uang tersebut berasal dari rekanan KPU, termasuk PT Royal Standard. Untuk itu, ia didakwa melanggar hukum sesuai Pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006