Kementerian Perindustrian menyatakan penyaluran HGBT memberikan dampak berkesinambungan, dan bisa menarik investasi. Hal itu secara langsung turut menjadi penopang untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045.
Secara definitif Indonesia Emas 2045 berarti membuat negara Indonesia menjadi negara maju dengan pendapatan per kapita (Gross National Income/GNI) mencapai 13.000 dolar AS atau setara dengan Rp211 juta per tahun. Sementara sepanjang tahun 2023, pendapatan rata-rata per kapita masyarakat Indonesia baru mencapai 4.919 dolar AS atau setara dengan Rp75 juta rupiah per tahun.
Artinya Indonesia harus mengejar target GNI sebesar 2,5 kali lipat hingga 2045 agar bisa berhasil masuk ke kategori negara maju.
Faktor penunjang peningkatan pendapatan per kapita suatu negara dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi, peningkatan produksi barang maupun jasa, serta seberapa kuat ketahanan industri nasional dalam menghadapi degradasi perekonomian.
Program HGBT yang dibanderol dengan harga 6 dolar Amerika Serikat (Rp96.000) per millions british thermal unit (MMBTU) atau setara dengan 29,41 liter solar yang diterapkan sejak tahun 2020 itu, terbukti berhasil menopang sektor industri, khususnya pengolahan atau manufaktur menjadi salah satu tulang punggung perekonomian RI.
Hal tersebut terlihat dari kontribusi manufaktur terhadap pendapatan nasional yang mencapai 18,67 persen pada tahun lalu, serta sebesar 19,9 persen dalam kurun waktu delapan tahun terakhir.
Bahkan, Statistik Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNStats) mencatat kontribusi sektor manufaktur (Manufacturing Value Added/MVA) Indonesia terhadap ekonomi global dalam kurun waktu 2014-2022 melebihi pertumbuhan negara-negara maju, yakni mencapai 3,44 persen, sedangkan rara-rata dunia hanya 2,35 persen.
"Peringkat MVA Indonesia berada di atas beberapa negara, seperti Kanada, Turki, Irlandia, Brazil, Spanyol, Swiss, Thailand, dan Polandia," ucap Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.
Saat ini ada tujuh subsektor industri penerima subsidi gas murah, antara lain yakni industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, gelas kaca, dan sarung tangan karet.
Ketujuh subsektor manufaktur penerima manfaat HGBT tersebut memberikan sumbangsih besar dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia, sehingga keberlangsungan program ini digadang-gadang mampu mendongkrak pendapatan per kapita di tanah air, serta pada akhirnya bisa mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Peningkatan ekonomi
Dari portofolio penerima HGBT di tahun 2023, tercatat ada sebanyak 321 perusahaan dengan alokasi gas industri sebesar 1222,03 billion british thermal unit per day (BBTUD), sedangkan alokasi untuk kelistrikan sebesar 1231,22 BBTUD.
Apabila dikonversikan ke dalam rupiah, modal yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan program HGBT untuk tujuh subsektor industri menelan biaya sebesar Rp51,04 triliun.
Namun, nilai tambah bagi perekonomian yang dihasilkan dari program itu mencapai Rp157,20 triliun atau meningkat hampir tiga kali lipat dari modal awal yang digelontorkan.
Secara terperinci, dari ketujuh subsektor industri penerima manfaat HGBT, keseluruhan tercatat mengalami peningkatan nilai tambah ekspor pada tahun 2021-2023 sebesar Rp84,98 triliun, dengan nilai ekspor terbesar diraih oleh sektor oleokimia sebesar Rp48,49 triliun.
Tak hanya ekspor, peningkatan pajak juga diperoleh senilai Rp27,81 triliun, serta dampak berkelanjutan dari pemberian HGBT turut mendorong investasi baru sebanyak Rp31,06 triliun.
Dari pemberian program gas murah bagi industri, membuat adanya penurunan subsidi pupuk sebesar Rp13,33 triliun karena menjadikan Harga Pokok Penjualan (HPP) produksi di industri penerima menjadi turun.
Catatan itu menjadi bukti manfaat dan multiplier effect yang besar dari subsidi gas industri murah bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia, karena secara langsung meningkatkan ekspor, pendapatan pajak, dan investasi.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian (ILMATE Kemenperin) Taufiek Bawazier berargumen, dari catatan positif yang dihasilkan HGBT terhadap peningkatan kontribusi industri penerima dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, menurutnya hal itu bisa terus meningkatkan nilai tambah ekonomi Indonesia hingga tiga kali lipat secara berkelanjutan.
Apabila program tersebut terus berlanjut, maka pendapatan ekonomi Indonesia akan mengalami peningkatan yang signifikan setiap tahun, serta bisa mendongkrak sektor perekonomian lainnya, seperti adanya peningkatan penjualan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang terafiliasi dengan industri penerima manfaat, serta potensi penambahan lapangan kerja karena ekspansi perusahaan dan peningkatan investasi.
Upaya perluasan
Mengingat peran program HGBT untuk menopang terwujudnya Visi Indonesia Emas 2045 sangat besar, Menperin Agus Gumiwang mendorong penerima dari program itu tak hanya mencakup tujuh subsektor industri saja, melainkan meliputi 24 subsektor manufaktur secara menyeluruh.
Pengusulan itu diajukan karena program HGBT akan berakhir pada pengujung tahun 2024. Sehingga keberlanjutan dan perluasan HGBT dinilai sangat penting untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi RI.
Dia berpendapat perluasan HGBT ke seluruh subsektor, tak membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), serta tidak mengurangi pendapatan negara. Hal itu dikarenakan kebutuhan subsidi gas murah bagi industri terhitung hanya menggunakan 30 persen dari total produksi gas nasional.
Namun apabila HGBT tak dilanjutkan, Kemenperin mengusulkan rencana cadangan atau plan B untuk dibuka keran impor gas dari negara-negara Teluk dengan harga yang bisa menyentuh 3 dolar AS per MMBTU.
Rencana tersebut diberikan untuk kebutuhan kawasan industri dengan kriteria subsektor yang hanya berorientasi ekspor dan substitusi (pengurangan) impor saja.
Dengan hadirnya subsidi gas murah bagi industri, menjadi solusi agar kontribusi salah satu tulang punggung ekonomi Indonesia terus meningkat. Hal itu tentu secara langsung akan bisa meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat, sehingga Visi Indonesia Emas 2045 juga bisa terwujud.
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2024
serta bisa mendongkrak sektor perekonomian lainnya, seperti adanya peningkatan penjualan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang terafiliasi