Menurut dia, polisi wanita yang berjilbab mengisi pos di jajaran reserse dan intel karena tidak harus setiap hari menggunakan seragam dinas.
"Lebih mudah kalau ingin gunakan jilbab, silakan tugas di reserse atau intel. Bisa melakukan tugas penyamaran dengan pakaian preman," kata Oegro seusai upacara peringatan HUT ke 63 Kepolisian Perairan dan Kepolisian Udara Baharkam Polri di Pondok Cabe, Tangerang Selatan, Senin.
Hal itu diungkapkannya karena hingga saat ini, belum ada ketentuan legal soal seragam polisi yang mengatur penggunaan jilbab di kalangan polwan.
"Aturannya sekarang, contoh polisi boleh bawa senjata api. Tapi boleh ga saya beli senjata api sendiri? Polisi boleh bawa senjata api, boleh ga nembak orang? Kalau ga diatur boleh ga saya nembak wartawan? Jadi harus diatur," ujarnya.
Sebelumnya, penggunaan jilbab bagi polwan mengalami penundaan hingga diterbitkannya Peraturan Kapolri (Perkap). Penundaan penggunaan jilbab polwan diinstruksikan melalui Telegram Rahasia (TR) tertanggal 28 November 2013 dengan tanda tangan Wakapolri Komjen Pol Oegroseno.
Dalam kesempatan yang sama, Kapolri Jenderal Pol Sutarman mengamini perihal penundaan penggunaan jilbab bagi polisi wanita guna menyeragamkan pakaian Korps Bhayangkara itu.
"Warna-warni ini menjadi persoalan. Tetapi, soal memakainya saya mendapat apresiasi yang luar biasa dari berbagai pihak. Artinya nggak ada masalah sebetulnya. Ini masalahnya tinggal menyeragamkan," katanya.
Menurut jenderal bintang empat itu, pemakaian jilbab bagi polwan adalah bagian dari hak asasi seseorang. Namun, begitu dipakai, jilbab polwan ternyata malah berubah menjadi "warna-warni" karena mereka terikat dinas dan lainnya.
"Makanya kebijakan ini saya serahkan kembali. Anda (polwan) silakan seragamkan, Anda yang ada di Jakarta bisa beli tapi yang di daerah-daerah sana belum tentu bisa beli," katanya.
Pewarta: Ade Irma Junida
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013