Aden (ANTARA News) - Sejumlah orang bersenjata menembak mati seorang kolonel Angkatan Darat Yaman dan putranya, Minggu, ketika ia menghentikan mobilnya di sebuah jalan putaran di kota tempat asalnya, kata seorang pejabat setempat.

Empat orang lain di sekitar lokasi itu juga cedera ketika orang-orang bersenjata yang berjalan kaki menembaki Kolonel Ahmed al-Marfadi, wakil komandan Divisi Lapis Baja 37, dan putranya, lapor Reuters.

Mereka diserang ketika berhenti di sebuah lampu lalu-lintas di pusat kota al-Qatan di provinsi Hadramout, kata pejabat pemerintah itu.

Belum ada pihak yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut. Para pejabat Yaman menyalahkan pembunuhan itu pada militan yang terkait dengan Al Qaida.

Sejumlah situs berita Yaman menerbitkan gambar mayat Marfadi yang tergeletak di dalam mobilnya setelah serangan itu.

Marfadi adalah korban terakhir dalam serangan-serangan yang ditujukan pada aparat keamanan yang dimulai pada 2012. Menurut sejumlah pejabat Yaman, lebih dari 80 aparat tewas, banyak dari mereka diserang oleh orang-orang bersenjata yang naik sepeda-motor.

Militan Al Qaida memperkuat keberadaan mereka di Yaman tenggara, dengan memanfaatkan melemahnya pemerintah pusat akibat pemberontakan anti-pemerintah yang meletus pada Januari 2011 yang akhirnya melengserkan Presiden Ali Abdullah Saleh.

Ofensif pasukan Yaman yang diluncurkan pada Mei 2012 berhasil menghalau militan Al Qaida dari sejumlah kota dan desa di wilayah selatan dan timur yang selama lebih dari setahun mereka kuasai.

Meski melemah, jaringan teror itu masih bisa melancarkan serangan-serangan terhadap sasaran militer dan polisi.

Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.

Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.

Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al Qaida di Semenanjung Arab (AQAP).

AS ingin presiden baru Yaman, yang berkuasa setelah protes terhadap pendahulunya membuat militer negara itu terpecah menjadi kelompok-kelompok yang bertikai, menyatukan angkatan bersenjata dan menggunakan mereka untuk memerangi kelompok militan itu.

Militan melancarkan gelombang serangan sejak mantan Presiden Ali Abdullah Saleh pada Februari 2012 menyerahkan kekuasaan kepada wakilnya, Abd-Rabbu Mansour Hadi, yang telah berjanji menumpas Al Qaida.


Penerjemah: Memet Suratmadi

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013