Jakarta, 1 Desember 2013 (ANTARA) - Teknologi Busmetik atau Budidaya Udang Skala Mini Empang Plastik yang dikembangkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terbukti mampu menghasilkan udang lebih maksimal. Teknologi ini mampu menghasilkan panen udang 3 kali dalam setahun dengan keuntungan hingga 58% pertahun. “Saya mengapresiasi upaya inovasi penyelenggaraan unit pembelajaran tambak dengan sistem Busmetik di Sekolah Tinggi Perikanan (STP) ini. Hal ini perlu diperluas pengembangannya, tidak hanya di sekolah kelautan perikanan lingkup KKP lainnya, namun juga ke masyarakat lainnya, dengan tentu saja pelaksanaannya harus bersinergi dengan unit kerja teknis". Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C. Sutardjo, saat panen udang teknologi Busmetik, di STP Serang, Banten, Minggu (1/12).

Sharif menjelaskan, Busmetik merupakan inovasi teknologi budidaya udang melalui kajian ilmiah yang terukur. Teknologi ini merupakan cara budidaya baru yang ramah lingkungan dengan biaya lebih murah. Busmetik menggunakan lahan lebih kecil sekitar 1 petak 600 m2, masa panen lebih singkat yakni 3 siklus per tahun dengan hasil lebih banyak dan berkualitas. Untuk itu tambak sistem Busmetik perlu diperluas pengembangannya, tidak hanya di sekolah lingkup KKP, namun juga ke masyarakat lainnya dan pelaksanaan bersinergi dengan unit kerja teknis. “Teknologi Busmetik juga telah diterapkan di daerah lain, seperti di Pacitan yang ditinjau langsung oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, pada kunjungan kerja 16 Oktober lalu,” katanya.

Sebagaimana diketahui, salah satu konsekuensi dari diberlakukannya komunitas ekonomi ASEAN atau ASEAN Economic Community (AEC) tahun 2015 adalah akan terjadinya pasar bebas di bidang tenaga kerja. Hal ini menjadi peluang bagi putra-putri kita untuk dapat berkarya di negara-negara ASEAN, dan sebaliknya putra-putri kita pun harus memiliki kompetensi yang cukup sehingga mampu menjadi tuan rumah di negaranya sendiri. Kunci untuk mencapai hal tersebut adalah dengan menanamkan jiwa entrepreneurship kepada putra-putri kita dan mendorong mereka untuk menggabungkannya dengan kemampuan penguasaan teknis di sektor kelautan dan perikanan yang telah didapatkan selama mengikuti pendidikan di bangku kuliah.

Penggabungan dengan kemampuan teknis tersebut oleh para pakar disebut sebagai technopreneurship, yang akan menghasilkan inovasi-inovasi dalam kegiatan ekonomi kelautan dan perikanan. Kemampuan technopreneurship ini tentu saja harus dipupuk sejak awal mengikuti pendidikan. Hal ini ia harapkan dapat dilaksanakan dengan konsisten oleh seluruh satuan pendidikan lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), yang akan menjadi keunggulan bagi para lulusannya. KKP melalui Badan Pengembangan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (BPSDMKP) tetap berkomitmen mengembangkan SDM KKP dengan sistem pembelajaran yang mendukung lahirnya technopreneurship handal. KKP saat ini mempunyai Sekolah Tinggi Perikanan, Akademi Perikanan Sidoarjo, Akademi Perikanan Bitung, Akademi Perikanan Sorong, dan 9 Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM). Pendidikan yang diselenggarakan adalah program vokasi dengan pendekatan teaching factory. Pendidikan vokasi dicirikan dengan porsi praktek sebanyak 60% dan teori 40%. “Adapun pendekatan teaching factory, adalah penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan proses produksi yang sebenarnya dan sesuai dengan tuntutan dunia usaha dan dunia industri,” jelasnya.

Penyuluh Perikanan
Untuk perluasan pengetahuan teknologi seperti Busmetik sangat diperlukan peran penyuluh perikanan. Penyuluh perikanan memiliki amanah dan peran yang penting. Salah satu tolok ukur keberhasilan penyuluhan tersebut adalah bila penyuluh perikanan dapat menempatkan dirinya sebagai agen perubahan (Agent of Change). Terutama peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap para pelaku utama kelautan dan perikanan. Untuk itu, penyuluh perikanan harus meningkatkan kompetensi yang dimiliki dengan mengasah kemampuan melalui pelatihan dan mengakses informasi teknologi kelautan dan perikanan.

Menurut data Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan, terdapat 11.542 orang penyuluh perikanan se-Indonesia. Sebanyak 181 penyuluh perikanan (1,57% dari total jumlah se-Indonesia) terdapat di Provinsi Banten, yang terdiri dari 31 PNS, 36 Penyuluh Perikanan Tenaga Kontrak (PPTK), dan 114 penyuluh swadaya. Jumlah tersebut tersebar sebanyak 7 orang di Provinsi Banten, 56 orang di Kab. Pandeglang, 35 orang di Kab. Lebak, 43 orang di Kab. Tangerang, 29 orang di Kab. Serang, 2 orang di Kab. Cilegon, 6 orang di Kota Serang, dan 3 orang di Kab. Tangerang Selatan.

“Saya ingin mengingatkan kembali bahwa penyuluh perikanan jangan pernah berhenti untuk meningkatkan kompetensi yang dimiliki. Saudara-saudara perlu untuk mengasah kemampuan melalui pelatihan dan mengakses informasi teknologi kelautan dan perikanan, khususnya dengan para jejaring kerja. Hal ini juga akan memperluas networking para penyuluh. Tak kalah pentingnya, penyuluh Perikanan harus meng-up date pengetahuan tentang regulasi dan peraturan perundang-undangan di sektor kelautan dan perikanan. Ke depannya penyuluh perikanan harus bisa menjadi agent of advocation,” tutupnya.

Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Anang Noegroho, Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan

Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2013