Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Jakarta Abdul Razak Thaha menyoroti bahwa jumlah anak kekurangan gizi (wasting) yang makin meningkat menjadi salah satu penyebab angka prevalensi stunting di Indonesia sulit diturunkan.
“Kalau ada peningkatan wasting pada anak-anak, saat itu sebetulnya kita harus berhati-hati betul karena peluang terjadinya stunting baru sangat besar,” kata Razak dalam Rapat Kerja Nasional BKKBN di Jakarta, Kamis.
Razak menuturkan berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, angka wasting telah mencapai 7,1 persen. Angka ini naik menjadi 7,7 persen pada tahun 2022, dan seharusnya sudah bisa dijadikan “tanda bahaya” bagi pemerintah dalam mempercepat penurunan stunting.
Baca juga: Dokter: Anak wasting dan stunting dapat tingkatkan angka kesakitan
Baca juga: UNICEF bantu kampanye cegah wasting dan stunting di Sulsel
Sebab peningkatan angka wasting tersebut menunjukkan bahwa anak-anak yang kurang gizi dapat dikatakan kurang mendapatkan perhatian, sehingga potensi lahirnya anak stunting baru jadi sangat besar.
“Artinya, peluang stunting baru pada tahun 2023 jauh lebih besar dari pada saat tahun 2021 ke 2022. Itulah kenapa turunnya hanya 0,1 persen, jadi semestinya kita tidak mengulang kegagalan itu di tahun-tahun depan,” katanya.
Razak juga mengatakan penyebab lain prevalensi stunting sulit turun adalah karena pemerintah terlalu berfokus pada penerapan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 terkait percepatan penurunan stunting.
Di mana dalam peraturan itu, hal yang paling ditekankan adalah keluarga berisiko stunting. Sedangkan permasalahan anak kurang gizi dan anak yang kekurangan berat badan (underweight) tidak tersorot dengan baik.
“Jadi karena kita abaikan wasting (dan underweight) maka ini banyak yang masuk jadi stunting baru, karena stunting baru makin banyak, prevalensi tidak turun. Kita katakan turun 0,1 persen itu relatif tidak turun. Ini harus jadi perhatian kita dan konsentrasi harus dilakukan,” ujar Razak.
Sebelumnya pada Rabu (3/3), Deputi Advokasi, Penggerakan, dan Informasi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sukaryo Teguh Santoso menyebutkan angka stunting 2023 berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) sebesar 21,5 persen.
"Angka nasional prevalensi stunting tahun 2023 berdasarkan hasil SKI sebesar 21,5 persen, turun 0,1 persen jika dibandingkan tahun 2022 sebesar 21,6 persen,” kata Teguh.
Teguh menyayangkan capaian penurunan stunting pada tahun 2023 belum cukup menggembirakan, karena targetnya sebesar 18 persen.
Untuk itu, ia meminta daerah agar memperkuat kolaborasi Tim Pendamping Keluarga (TPK) di tingkat akar rumput untuk menyukseskan Program Bangga Kencana dan percepatan penurunan stunting.
"Perkuat kolaborasi lintas sektor untuk melakukan operasional di akar rumput atau lini lapangan, serta optimalkan TPK dalam pelaksanaan pendampingan keluarga," katanya.
Baca juga: Bappenas: Hilangkan stunting jaga daya saing anak di tingkat global
Baca juga: Dokter: Genetik menyumbang 16 persen terjadinya wasting pada anak
Baca juga: Cegah "wasting", Lombok Timur gandeng UNICEF lakukan sosialisasi
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024