Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Chusnul Mar`iyah prihatin atas permasalahan antara Daan Dimara dan Hamid Awaluddin, terkait perbedaan keterangan saksi. Keprihatinan itu muncul karena Chusnul menilai keduanya pernah sama-sama bekerja untuk menyelenggarakan Pemilu 2004 yang pada akhirnya berlangsung dengan sukses. "Saya prihatin atas masalah tersebut, keduanya pernah bersama-sama di KPU," kata Chusnul yang dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis malam. Ia secara pribadi mengharapkan KPU memberikan bantuan secara hukum pada Daan Dimara untuk menyelesaikan permasalahan itu. "Ada baiknya Biro Hukum atau penasehat hukum yang ditunjuk KPU membantu Pak Daan dalam permasalahan ini," ujarnya. Meski demikian, Chusnul ketika ditanya lebih jauh mengenai pendapatnya tentang tuduhan kesaksian palsu yang dilontarkan Daan pada Hamid, ia enggan mengomentari. Persidangan kasus korupsi pengadaan segel sampul surat suara Pemilu 2004 dengan terdakwa Daan Dimara akan kembali dilanjutkan pada Jumat (25/8) masih dengan agenda pemeriksaan terdakwa. Sebetulnya pemeriksaan terdakwa Daan Dimara sudah diagendakan pada persidangan Selasa (22/8) pekan lalu, namun tertunda karena Daan tidak bersedia diperiksa sebelum majelis hakim mengeluarkan penetapan tentang Hamid Awaluddin. Akhirnya majelis hakim yang diketuai Gusrizal menunda persidangan hingga Jumat. Daan Dimara didakwa memperkaya rekanan pengadaan segel surat suara pemilu 2004 senilai Rp3,54 miliar. Jaksa Penuntut Umum menilai hal tersebut terjadi karena terdakwa selaku ketua pengadaan segel surat suara melakukan penunjukan langsung yang tidak sesuai prosedur. Daan melanggar didakwa melanggar hukum sesuai Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 (1) huruf b, ayat (2) dan ayat (3) UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP pada dakwaan pertama primair. Daan juga didakwa menerima uang 110 .000 dolar AS dari Kepala Biro Keuangan KPU Hamdani Amin. Uang tersebut berasal dari rekanan KPU termasuk PT Royal Standard. Untuk itu, ia didakwa melanggar hukum sesuai Pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (*)
Copyright © ANTARA 2006