Jakarta (ANTARA) - Ketua Prodi Studi Magister Ilmu Kedokteran Tropis Universitas Sumatra Utara dr Rini Savitri Daulay mengatakan bahwa investigasi kontak dan terapi pencegahan tuberkulosis (TPT) penting guna mengurangi risiko TB yang laten menjadi aktif.
Dalam “Membangun Indonesia Emas, Lindungi Anak dan Remaja dari TBC!” yang disiarkan di kanal YouTube TB Indonesia di Jakarta, Kamis, Rini mengatakan bahwa infeksi laten tuberkulosis (ILTB) adalah suatu keadaan respons imun persisten terhadap antigen Mycobacterium tuberculosis tanpa adanya manifestasi klinis sakit TBC aktif.
Hal tersebut, ujarnya, karena sistem kekebalan tubuh orang yang terinfeksi tersebut tidak mampu secara total mengeliminasi mycobacterium tuberculosis dari tubuhnya, tetapi tubuhnya mampu untuk mengendalikan mycobacterium tuberculosis tersebut, sehingga tidak timbul gejala sakit TB.
"Jadi dikatakan bahwa prevalensi ILTB di Asia Tenggara itu sekitar 30,8 persen dan sekitar 7,4 persen terjadi pada anak usia kurang dari 15 tahun, dia menjelaskan.
Kemudian, ujarnya, telaah sistematik yang dilakukan terhadap 11 penelitian di Asia Tenggara menunjukkan bahwa 24-69 persen anak di bawah usia 15 tahun yang kontak dengan penderita TBC aktif dewasa, dan 3-5 persen di antaranya berkembang menjadi sakit TBC.
Menurutnya, investigasi kontak dan terapi pencegahan tuberkulosis (TPT) penting diberikan bagi anak-anak karena dari tahun ke tahun, kasus tuberkulosis pada anak semakin meningkat, terutama yang menyerang balita.
"Pada balita, sekitar 50 per 10 ribu anak itu menderita TB. Dan pada anak usia 5-14 tahun, sekitar 21 per 10 ribu itu juga menderita TB," katanya.
Untuk meraih End TB Strategy pada 2035, TPT untuk anak penderita TB laten penting untuk mencegah agar penyakitnya tidak menjadi aktif.
"Kalau misalnya sudah menjadi TBC aktif, maka dapat menyebabkan peningkatan transmisi daripada TBC, karena akan menimbulkan kasus baru," katanya.
Dia mengatakan, untuk investigasi kontak, yang perlu dilakukan adalah identifikasi target populasi terlebih dahulu.
"Yang paling penting adalah orang dengan HIV AIDS. Kemudian, orang yang kontak serumah dengan penderita TBC aktif terkonfirmasi," katanya.
Dia menyebutkan bahwa sejumlah populasi yang berisiko TBCnya menjadi aktif adalah orang dengan HIV, orang yang tinggal serumah dengan pasien TB, atau kelompok dengan gangguan imunitas lain misalnya pasien kanker.
Baca juga: Temuan kasus TBC anak di Indonesia meningkat sejak tiga tahun terakhir
Baca juga: Kemenkes ungkap ada 808 ribu kasus TBC Sensitif Obat pada 2023
Baca juga: Kemenkes butuh 5.500 tenaga kerja untuk empat RS baru pemerintah
Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2024