Pemerintah mendorong agar anak-anak juga berpartisipasi di dalam upaya membangun ketahanan diri
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mengatakan terus melakukan sosialisasi kesadaran membangun resiliensi anak menghadapi dampak dari perubahan iklim, sebagai bentuk nyata partisipasi dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Ditemui di Jakarta, Kamis, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan dan Pemuda Kemenko PMK Woro Srihastuti Sulistyaningrum menjelaskan pihaknya bekerja sama dengan organisasi nonprofit Save The Children Indonesia mengadakan seminar untuk menyadarkan dampak perubahan iklim terhadap anak-anak dan perlunya upaya meningkatkan ketahanan mereka menghadapi kondisi tersebut.
"Makanya sedang kita dorong untuk sama-sama meningkatkan penyadaran kepada semua pihak sampai kepada tingkat daerah untuk bersama-sama bekerja mengatasi dampak perubahan iklim terhadap anak dan juga membangun resiliensi dari anak-anak. Jadi tadi disampaikan bahwa kita ingin anak-anak tidak hanya sebagai objek tetapi juga sebagai subjek," ujar Woro ketika ditemui media usai membuka Seminar Nasional Multi Sektor dan Kick Off Generasi Iklim di Kantor Kemenko PMK pada hari ini.
Baca juga: Kemenko PMK ingatkan dampak perubahan iklim terhadap hak anak
Dia menjelaskan pemerintah mendorong agar anak-anak juga berpartisipasi di dalam upaya membangun ketahanan diri atau resiliensi diri mereka, keluarga dan lingkungannya agar bisa melakukan adaptasi dengan dampak dari perubahan iklim.
"Jadi mereka yang nantinya juga menentukan bentuk-bentuk kegiatan yang tentunya relevan dengan kondisi yang ada di sekitar mereka untuk apakah itu dorong atau mereka kampanyekan dan seterusnya. Jadi memang kita memberikan ruang seluas-luasnya bagi anak muda untuk ikut berpartisipasi aktif di dalam mengkampanyekan, ikut terlibat dalam prosesnya dan seterusnya termasuk dalam pembuatan kebijakannya," katanya.
Dia juga menyatakan dukungan terhadap kegiatan yang dilaksanakan para pemangku kepentingan untuk menciptakan resiliensi anak terhadap perubahan iklim termasuk kampanye Save The Children di delapan kota, demi memastikan sosialisasi menjangkau masyarakat di akar rumput.
Hal itu dilakukan mengingat krisis iklim juga merupakan krisis hak anak-anak. Woro memberikan contoh data Kementerian Kesehatan pada 2021 memperlihatkan kejadian infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), pneumonia dan diare menimpa lebih dari 20 persen anak Indonesia di bawah usia 5 tahun dan menjadikannya sebagai penyebab utama kematian bayi dan balita.
Pencemaran lingkungan turut berkontribusi terhadap penyakit-penyakit tersebut, termasuk ISPA yang dapa disebabkan oleh polusi udara.
Selain itu, laporan dari Save The Children pada 2023 juga menyatakan bahwa dua dari tiga perkawinan usia anak secara global terjadi di wilayah paling terkena dampak perubahan iklim.
Sementara itu, menurut Indeks Risiko Iklim Anak 2021 yang dikeluarkan UNICEF memperlihatkan Indonesia berada di peringkat ke-46 dari 195 negara yang memiliki indeks tinggi dengan faktor iklim dan lingkungan sangat rentan yaitu 8,1 dan kerentanan anak 4,2.
Baca juga: Pemerintah siapkan aturan pencegahan kekerasan anak di ranah online
Baca juga: Kemenko PMK dan BPS gagas pembentukan Satu Data Migrasi Internasional
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024