Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyebut pentingnya pemadanan data stunting antara elektronik pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat (EPPGBM) dan Survei Kesehatan Indonesia (SKI).

"EPPGBM itu datanya didapatkan dari posyandu melalui penimbangan, alatnya sudah baru, petugasnya sudah dilatih, kemudian dia mengerjakan serentak, hasilnya dikumpulkan. Data ini harus diverifikasi, karena data yang di EPPGBM itu sudah jauh di bawah 20 persen (stuntingnya)," kata Hasto di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, data EPPGBM jika dianalisis secara menyeluruh, maka angka stunting bisa di bawah 14 persen.

"EPPGBM itu seperti real count, sedangkan SKI itu seperti quick count, karena survei. Oleh karena itu, yang perlu kita sikapi seperti arahan Menteri Kesehatan, sekarang EPPGBM dimaksimalkan menjadi 100 persen, jadi penimbangan-penimbangan yang belum lengkap, dimaksimalkan sampai 100 persen," ujarnya.

Baca juga: BKKBN sebut perlu upaya penguatan data dalam penanganan stunting

Ia juga menekankan pentingnya mengulas (review) data SKI dan EPPGBM, kemudian dipadankan sehingga ada keselarasan data.

"Kalau EPPGBM diverifikasi, saya yakin angkanya akan jauh di bawah 20 persen, sehingga saya yakin kalau menggunakan EPPGBM, datanya bahkan bisa di bawah 14 persen, tetapi kalau menggunakan angka survei, angkanya masih jauh, maka titik temunya saya kira ada diverifikasi EPPGBM bulan April, kemudian bulan Mei oleh Menteri Kesehatan," tuturnya.

Hasto juga menegaskan bahwa verifikasi dan validasi (verval) data EPPGBM bisa dilakukan dengan lebih akurat karena di daerah sudah memiliki standar pengukuran balita yang jelas.

"Kalau dulu alatnya masih beda-beda, ada dacin, digital, itu belum seragam, sekarang seharusnya angka real count lebih bagus, dan sudah standar, karena alatnya sudah seragam," ujarnya.

Baca juga: Kepala BKKBN sebut data stunting terbaru masih menunggu sinkronisasi

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mendistribusikan sekitar 300 ribu alat antropometri ke posyandu dan puskesmas di berbagai daerah dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan anak serta deteksi dini stunting.

"Kementerian Kesehatan dalam dua tahun ini membagikan 300 ribuan timbangan antropometri ke seluruh posyandu," kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin melalui Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes di Jakarta, Kamis.

Berdasarkan laporan Kemenkes, pemenuhan alat ukur timbang bayi tersebut dilakukan secara bertahap sejak 2020 di 1.823 posyandu, pada 2021 di 16.936 posyandu, 2022 di 34.256 posyandu, dan 2023 di 127.033 posyandu.

Baca juga: Kepala BKKBN minta hidupkan data percepat penurunan stunting

Selain itu, kebutuhan alat antropometri juga telah dipenuhi di 25.177 puskesmas pada 2019. Sedangkan pada tahun ini sedang bergulir distribusi antropometri di 81.512 posyandu.

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2024