kalo disuruh balik ke analog lagi, saya bisa sakit mata."Jakarta (ANTARA News) - Bagi Indonesia, beralih dari TV analog ke TV digital merupakan kebutuhan karena sistem penyiaran itu dikenal memiliki banyak keunggulan dan sudah diterapkan di banyak negara di dunia.
Bahkan, menurut Anggota Dewan Provesi dan Asosiasi Masyakarat Telematika Indonesia Lily Rustandi, kehadiran TV digital sudah dinanti-nanti oleh masyarakat.
"Masyarakat dan industri sudah siap, karena kualitas gambarnya lebih bagus, apalagi jika isinya konten-konten yang menarik," katanya saat diwawancarai ANTARA News baru-baru ini.
Sebenarnya, menurut Lily, secara tidak sadar masyarakat sudah menikmati konten-konten digital, termasuk televisi digital yang bisa diakses menggunakan smartphone.
Sebagai contoh, Lily mengaku selama ini sudah berlangganan siaran televisi digital terrestrial yang gambarnya jauh lebih bagus.
"Jadi kalo disuruh balik ke analog lagi, saya bisa sakit mata."
Ditegaskan lagi oleh Lily bahwa masyarakat sudah siap menerima kehadiran TV digital.
"Kalau disuguhi konten-konten yang menarik, bisa menonton siaran bola dan banyak lagi secara gratis dengan kualitas gambar yang bagus, mas mau nggak membeli set top box seharga hanya Rp300 ribu untuk mendapatkan itu semua?" tanya Lily.
Lebih lanjut dia mengemukakan hal yang perlu disiapkan untuk segera mengimplementasikan TV digital adalah regulasi.
Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama-sama Komisi Penyiaran Indonesia perlu segera menyiapkan regulasi yang dibutuhkan.
Lily Rustandi lagi-lagi mengharapkan TV digital bisa segera diimplementasikan untuk bisa dinikmati seluruh masyarakat Indonesia, karena jika berlama-lama ia khawatir keinginan untuk melibatkan industri dalam negeri dalam penyediaan set top box bisa terganggu.
"Nah kalo makin lama-lama.......nanti China yang masuk, dan kalau content provider tidak siap nanti isinya konten-konten India," katanya.
Lily mengemukakan ada empat hal yang perlu lakukan untuk mempercepat implementasi TV digital di Indonesia:
Pertama, masalah infrastruktur. Infrastruktur sekarang sudah dibangun oleh para penyelenggara siaran multipleksing setidaknya di empat provinsi, termasuk Jawa dan Riau.
Kedua, killer content atau konten-konten yang harus disediakan untuk menarik pemirsa.
Dalam hal ini, penyedia konten dalam negeri harus siap menyediakan konten-konten yang menarik dan beragam.
Ketiga, soal receiver digital atau set top box. Set top box harus tersedia secara luas dan masyarakat bisa membeli atau mendapatkannya dengan mudah.
Dan, keempat sosialisasi. Menurut Lily, kegiatan sosialisasi perlu ditingkatkan lagi bahkan hingga ke sekolah-sekolah dengan melibatkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Seperti yang dilakukan oleh sejumlah negara, katanya, mungkin perlu dibentuk semacam satuan kerja ad hock yang dipimpin oleh Kemenkominfo dengan unsur-unsur di antaranya Kementerian Perdagangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta lainnya.
Kemendikbud dalam hal ini akan membantu sosialisasi hingga ke sekolah-sekolah, sementara Kemendag sebagai pemberi label bagi penyedia atau penyelenggara konten-konten digital.
Dari satuan kerja ad hoc atau apa pun namanya itu, menurut Lily, juga dibentuk call center untuk memudahkan masyarakat dalam mendapatkan segala informasi mengenai TV digital.
Tetapi yang jelas, kata Lily, TV digital akan membawa implikasi positif bagi ekonomi dalam negeri karena pemain dalam industri itu akan semakin banyak, penyedia konten akan tumbuh pesat, penggunaan frekuensi lebih hemat, dan masyarakat akan mendapatkan konten serta pilihan program yang lebih beragam dengan kualitas gambar lebih bagus.
Dengan TV digital nantinya satu channel bisa diisi antara 1-12 program siaran sehingga penggunaan frekuensi radio lebih hemat.
Pewarta: Suryanto
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013