"Desa kami memiliki tradisi yang kaya dalam pembudidayaan ikan di sumber-sumber mata air alami yang tersebar di antara pegunungan. Suhu mata air pegunungan ini rendah, sehingga siklus perkembangbiakannya panjang dan ikannya tidak lembek serta lezat," tutur Yu Shukang, seorang warga Desa Lingjiao.
Dia menambahkan bahwa mereka biasanya memberi makan ikan-ikan itu dengan rumput di gunung.
Sama seperti Yu, banyak penduduk di wilayah Xiuning memiliki kolam ikan di dekat rumah mereka. Sebagai pengakuan atas signifikansinya, sistem pembudidayaan tersebut beserta teknik-teknik terkaitnya secara resmi telah diakui sebagai warisan budaya yang berharga di bidang pertanian China pada 2015.
Menurut Li, kolam-kolam tersebut terbuat dari bongkahan-bongkahan batu sehingga celah yang lebih besar di antara bebatuan tersebut bisa menjadi tempat tumbuhnya ganggang yang berfungsi sebagai makanan ikan. Kolam-kolam tersebut umumnya terletak di sepanjang sungai dan dapat mengalirkan air dari mata air ke dalam kolam melalui pipa serta membuang air kolam dengan memanfaatkan perbedaan ketinggian sungai di daerah pegunungan sehingga membentuk sistem sirkulasinya sendiri.
Jenis ikan yang dibudidayakan terutama ikan karper rumput dan ikan karper merah. Ikan karper rumput tumbuh relatif cepat, sedangkan ikan karper merah merupakan ikan dasar kolam yang dapat membuang kotoran dengan cara mengaduk-aduk dasar kolam dengan tubuhnya sehingga menjaga air tetap jernih, tambah Li.
Menurut Li, sistem pembudidayaan ini tidak hanya mencerminkan kemampuan beradaptasi manusia purba terhadap lingkungan pegunungan, tetapi juga mewujudkan koeksistensi yang harmonis dengan alam seraya menghormati hukum alam.
"Warga setempat juga menciptakan etiket religius pedesaan, adat istiadat, seni rakyat, dan budaya makan yang kaya yang didasarkan pada sistem pembudidayaan ini, yang juga merupakan bagian penting dari kearifan pertanian tradisional," ujar Li.
Setelah diwariskan dan dikembangkan secara turun-temurun, jenis-jenis kolam ikan baru diciptakan dengan memadukan kearifan tradisional dan teknik modern, dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan pembudidayaan berskala besar.
Di basis budi daya ikan air tawar mata air alami milik Yu Xinrong di Wangcun, wilayah Xiuning, lebih dari 30 kolam ikan berukuran besar dibangun di sepanjang gunung tersebut. Melalui penerapan berbagai prosedur, termasuk penyaringan, pengendapan, dan pemurnian, air buangan kolam-kolam ikan tersebut diolah dan dilepaskan ke sungai, sehingga tidak mencemari lingkungan
"Kolam ikan baru ini dilengkapi dengan insulasi termal guna mengontrol suhu air secara lebih baik dan agar air dapat didaur ulang. Kami juga sedang memperkuat penelitian pembudidayaan spesies ikan asli untuk memperluas variasi pembudidayaan," ujar Yu, seraya menambahkan bahwa ikan air tawar mata air alami sangat populer di pasar, terutama dijual ke kota-kota besar, seperti Shanghai dan Hangzhou, ibu kota Provinsi Zhejiang, China timur.
Saat ini, pembudidayaan ikan air tawar mata air alami telah menjadi industri yang penting di wilayah Xiuning, yang berdampak pada peningkatan pendapatan warga desa. Data menunjukkan bahwa 17 dari 21 kota kecil di wilayah Xiuning telah mengembangkan industri ikan air tawar mata air alami, dengan total 6.391 kolam ikan air tawar dibangun, dan jumlah produksi ikan melampaui 2.090 ton, sehingga mencatatkan nilai output komprehensif sebesar 560 juta yuan (1 yuan = Rp2.239) per akhir 2023.
"Kami sedang mengajukan permohonan untuk menjadi warisan budaya pertanian yang penting di dunia, serta mendorong integrasi pembudidayaan ikan air tawar mata air alami melalui revitalisasi pedesaan guna memanfaatkan nilainya secara lebih baik di era modern," ucap Li.
Pewarta: Xinhua
Editor: Santoso
Copyright © ANTARA 2024