Jakarta (ANTARA News) - Dewan Kesenian Jakarta melakukan diskusi publik dengan tema Cerita Rakyat dalam Drama Musikal di Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia, Jakarta, Rabu (27/11).
Diskusi ini dihadiri oleh Bagus Takwin selaku penulis dan peneliti Universitas Indonesia, Afrizal Malna selaku penyair dan seniman pertunjukkan dan Toto Arto, produser drama musikal Laskar Pelangi.
Diskusi publik ini dimulai dengan penjelasan kondisi yang timpang antara peminat pertunjukan teater yang relatif sepi sementara pengunjung drama musikal justru hampir selalu ramai.
Drama musikal yang menjadi acuan dalam diskusi adalah Onrop dan Laskar Pelangi. Selain itu banyak drama musikal yang diangkat dari cerita rakyat seperti Lahirnya Gatot Kaca (2011), Lutung Kasarung (2012), Sang Kuriang (2013), Hanoman The Musical (2013) dan Timun Mas (2013).
Lantas mengapa drama musikal berbasis cerita rakyat lebih diminati?
Bagus Takwin mengatakan bahwa drama musikal berbasis cerita rakyat lebih disukai karena muatan ide-ide yang dimiliki kelompok masyarakat dan tertuang dalam cerita rakyat ini bisa diturunkan antar generasi.
"Dalam psikoanalisis, apa yang pernah diingat tidak akan pernah hilang, contohnya minat masyarakat terhadap cerita rakyat," kata Bagus Takwin.
Ia menambahkan cerita rakyat yang diturunkan antar generasi tersebut justru menjadi daya tarik bagi para penonton meskipun muatan ceritanya sudah dipahami dan mayoritas berkisah tentang kepahlawanan, sesuatu yang sesuai dengan situasi masyarakat Indonesia yang membutuhkan ide-ide kepahlawanan.
Bagus Takwin, pengajar filsafat dan psikologi kepribadian di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia mengatakan bahwa maraknya pertunjukan drama musikal cerita rakyat memberikan gambaran bagaimana bangsa Indonesia memiliki kekayaan ingatan akan cerita rakyat.
Bagus Takwin juga mengajak peserta diskusi untuk membandingkan ke konteks yang lebih luas dalam hal cerita rakyat di seluruh dunia yang cenderung memiliki kesamaan tema, seolah merupakan karakter psikologis manusia sedunia.
"Coba anda ingat kisah Bawang Putih dan Bawang Merah punya cerita yang nyaris sama dengan Cinderela dari Eropa, Timun Mas dengan David dan Golliat dan Sangkuriang yang memiliki kesamaan dengan cerita Oedipus,"
"Kesamaan tersebut adalah ingatan kolektif yang dibagi bersama oleh orang sedunia... selain itu cerita rakyat yang bertahan dalam waktu yang lama memancing orang untuk kembali membaca atau menyimak cerita itu kembali," pungkas Bagus Takwin.
Disisi lain, Toto Arto, produser drama musikal Laskar Pelangi, mengatakan bahwa "perlu diingat bahwa drama musikal yang menjamur di Indonesia mengacu pada musikal di Broadway (New York) dan West End (London) ini adalah industri baru di tanah air."
Dengan jelas Toto mengatakan bahwa sebagai industri yang baru tumbuh maka penggiatnya cenderung 'main aman'.
"Sebagai pemain baru cenderung untuk 'main aman' dengan mengambil cerita yang sudah terkenal, melibatkan orang terkenal sebagai jaminan daya tarik penonton," kata Toto.
Sebagai seorang produser drama musikal, Toto memberikan beberapa poin dimana suatu cerita layak diangkat menjadi sebuah pertunjukan drama musikal yakni; cerita berumur panjang, inspiratif dan mampiu menarik anak-anak.
"Jika anak-anak tertarik maka tidak hanya satu bangku yang terisi melainkan orang tuanya juga ikut," kata Produser Drama Musikal Laskar Pelangi ini.
Di Indonesia pilihan terhadap cerita rakyat untuk membuat sebuah pagelaran drama musikal karena ada sejumlah alasan.
"Menurut perkiraan saya, cerita dianggap sudah dikenal publik sehingga menarik minat penonton, sudah ada alur cerita, tidak ada pemegang hak cipta dan minimnya penulis maupun cerita Indonesia yang cocok dijadikan drama musikal," pungkas Toto.
Sebagai penutup Afrizal Malna mengatakan semaraknya pementasan drama musikal berbasis cerita rakyat tidak perlu membuat penggiat teater murni cemas karena ide cerita yang ditampilkan cenderung berat untuk dikonsumsi masyarakat luas.
"Giat drama musikal bisa menarik publik umum ke dunia kesenian yang lebih dalam, drama musikal bisa belajar ide dari teater dan teater bisa belajar packaging dari drama," kata Toto mendukung peryataan Afrizal Malna.
Diskusi yang berdurasi tiga jam ini dihadiri oleh para pegiat seni teater, musik, tari, akademisi, rekan media dan mahasiswa.(*)
Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013