Pebuatan terdakwa selaku presiden PKS memberikan citra buruk terhadap pilar demokrasi melalui lembaga partai politik dan merusak kredibilitas PKS sebagai sebuah lembaga partai serta menciderai loyalitas para kader PKS yag telah ikut berjuang membangu
Jakarta (ANTARA News) - Terdakwa suap pengurusan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian dan tindak pidana pencucian uang Luthfi Hasan Ishaaq dituntut 10 tahun penjara untuk perkara tindak pidana korupsi dan 8 tahun penjara untuk kejahatan pencucian uang ditambah denda sebesar Rp1,5 miliar.
"Penuntut umum menuntut supaya majelis hakim tindak pidana korupsi memutuskan menyatakan terdakwa terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dan menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara dengan denda Rp500 juta subsider 6 bulan penjara serta terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang dan menjatuhkan pidana selama 8 tahun dan denda Rp1 miliar rupiah dan subsider 1 tahun 4 bulan penjara," kata anggota jaksa penuntut umum Rini Triningsih dalam sidang di pengadilan tindak pidana korupsi Jakarta, Rabu.
Terdapat sejumlah hal yang dinilai memberatkan Luthfi yaitu pertama, perbuatan Luthfi selaku anggota DPR telah meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perwakilan rakyat yang diharapkan menjadi pendukung utama dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
"Perbuatan terdakwa yang dilakukan secara bersama-sama dan teorganisir telah menunjulkan keberpihakan pada kepentingan kelompok atau pengusaha tertentu tertentu sehingga merusak kebijakan pemerintah yang sedang berusaha memberikan kesempatan kepada peternak lokal menjadi pemasok kebutuhan daging dalam negeri melalui pembatasan kuota impor daging sapi," ungkap jaksa.
Ketiga, Luthfi selaku penyelenggara negara sekaligus pejabat publik berkolusi dengan Ahmad Fatnahan dalam upaya mendapatkan keuntungan materi dengan cara pengaruhi kebijakan perizinan dan atau upaya memperoleh proyek-proyek di Kementerian Pertanian yang menyimpang aturan berlaku telah mengorbankan hak-hak ekonomi masyarakat.
"Pebuatan terdakwa selaku presiden PKS memberikan citra buruk terhadap pilar demokrasi melalui lembaga partai politik dan merusak kredibilitas PKS sebagai sebuah lembaga partai serta menciderai loyalitas para kader PKS yag telah ikut berjuang membangun bangsa dan negara melalui PKS yang pernah mengusung jargon "Bersih dan Peduli"," tambah jaksa.
Jaksa menilai seharusnya Luthfi sebagai penyelenggara negara dan petinggi parpol menjadi teladan bagi masyarakat agar berprilaku jujur dalam melaporkan harta kekayaannya pada Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) serta melaporkan setiap gratifikasi yang diterima.
Sedangkan hal yang meringankan adalah berperilaku sopan di persidangan, memiliki tanggungan keluarga, belum pernah dihukum.
Dalam perbuatan tindak pidana korupsi, jaksa menilai Luthfi terbukti menerima uang Rp1,3 miliar dari PT Indoguna Utama melalui Ahmad Fathanah terkait jabatan Luthfi sebagai anggota Komisi I DPR dan Presiden PKS untuk mengatur kuota impor daging sapi bagi PT Indoguna Utama sebanyak 8.000 ton dengan "commitment fee" sebesar Rp5000 per kilogram sehingga total komisi adalah Rp40 miliar.
"Pemberian Rp1,3 miliar ditujukan untuk terdakwa Luthfi Hasan Ishaaq selaku angota DPR dan presiden PKS melalui Ahmad Fathanah untuk mengupayakan sungguh-sungguh pengalokasian kuota daging sapi kepada PT Indoguna Utama," kata ketua tim jaksa penuntut umum Muhibuddin.
Luthfi juga dinilai memfasilitasi Menteri Pertanian Suswono untuk bertemu dengan Direktur PT Indoguna Utama Maria Elizabeth Liman.
"Ada perwujudan membuat kesepakatan tersembunyi dengan keuntungan untuk pribadi agar permohonan Maria Elizabeth Liman disetujui oleh pihak berwenang yaitu Suswono yang merupakan rekan satu partainya," tambah ketua jaksa penuntut umum KPK Muhibuddin.
Intervensi Luthfi tersebut dinilai untuk mempengaruhi Suswono dengan menggunakan jabatan publik yang dimiliki Luthfi.
"Intervensi itu sesungguhnya dinaytakan dalam Konvesi PBB 2003 yang sudah diratifikasi tentang para pihak yang mempertimbangkan janji tawaran pejabat publik secara langsung maupun tidak langsung dalam menggunakan pengaruh jabatan publik yang ada atau dianggap ada untuk menghasut orang lain," jelas Muhibuddin.
Perbuatan tersebut dianggap melanggar dakwaan pertama dari pasal 12 huruf a UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan untuk tindak pidana pencucian uang, jaksa menuntut Luthfi dengan empat pasal sekaligus yaitu dari pasal 3 ayat (1) huruf a, b, dan c serta pasal 6 ayat (1) huruf b dan c UU No 15 tahun 2002 tsebagaimana telah diubah dengan UU no 25 tahun 2003 tentang perubahan atas UU No 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian uang jo pasal 65 ayat (1) KUHP.
Selanjutnya pasal 3 dan pasal 5 UU no 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian uang jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP
"Sebagai anggota DPR telah terdakwa mengisi LHKPN KPK dan mencantumkan rekening keluarga, tapi terdakwa tidak jujur mengisinya dengan tidak menempatkan semua rekening terdakwa padahal terdakwa menggunakan rekening itu untuk transaksi dan dengan sengaja menempatkan uang Rp4,9 miliar dengan beberapa kali pemindahbukuan," ungkap jaksa.
Ada tiga rekening Luthfi yang tidak dilaporkan dalam LHKPN KPK.
"Meski terdakwa beralasan, rekening itu hanya sebagai arus lalu lintas uang dari luar negeri, dan rekening mesjid, alasan terdakwa tidak berdasar karena sesuai UU terdakwa berkewajiban melaporkan, sehingga patut diduga itu merupakan hasil tindak pidana korupsi," ungkap jaksa.
Jaksa KPK mencatat Luthfi pada Maret 2007 - Desember 2008 untuk membeli sejumlah mobil dan tanah antara lain membayarkan Rp1,5 miliar kepada Ketua Dewan Syuro PKS Hilmi Aminuddin atas pembelian rumah di Cianjur.
"Terdakwa juga tidak pernah menerima uang keuntungan dari PT Sirat Intibuana, sehingga keterangan terdakwa bahwa pembelian dari keuntungan PT Sirat perlu dikesampingkan," jelas jaksa.
Selanjutnya pada periode 2011-2012, Luthfi juga membelanjakan sejumlah uang untuk kendaraan bermotor seperti mobil Volvo seharga Rp1,25 miliar rupiah dan Volvo black saphire seharga Rp710 juta rupiah. kemudian menggunakan KTP orang lain.
Menanggapi tuntutan tersebut, Luthfi pun menilai ada bukti dan saksi yang diabaikan jaksa.
"Ada beberapa hal yang saya dengar detail di dalam persidangan, tapi sama sekali tidak atau diabaikan oleh jaksa, bukti-bukti yang sudah beredar di persidangan tapi ada hal-hal yang saya sama sekali tidak pernah dengar di persidangan itu dimuat dalam tuntutan semuanya," kata Luthfi seusai pembacaan dakwaan.(*)
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013