Jakarta (ANTARA) - Praktisi kesehatan masyarakat sekaligus dokter spesialis penyakit dalam di RSUD Tamansari, dr. Cindya Klarisa Simanjuntak, menganjurkan masyarakat, khususnya warga Jakarta, agar lebih responsif terhadap gejala diabetes.
Hal itu disampaikannya menyikapi hari Diabetes Nasional 2024 dan juga tingginya prevalensi diabetes melitus di Jakarta yang mencapai 11,4 persen dengan jumlah penyandang sebanyak 1.532.000 orang per Agustus 2023.
"Harus segera mengenali dan dikendalikan," kata Cindya saat dikonfirmasi di Jakarta pada Senin.
Ia melanjutkan bahwa diabetes melitus menjadi penyakit yang mengundang atau menyebabkan penyakit lainnya.
"Komplikasi akibat diabetes melitus itu seperti jantung koroner, penyakit ginjal kronik, kerusakan saraf, masalah kesehatan mulut, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, gangguan pembuluh darah, hingga gangguan mental," ujar dia.
Ia lalu merinci beberapa penyebab utama diabetes melitus.
"Pertama itu berat badan. Populasi dengan indeks masa tubuh (IMT) berlebih, lebih berisiko menjadi diabetes. IMT merupakan indikator sederhana dengan membagi berat badan (dalam kilogram) dengan tinggi badan (dalam meter kuadrat). Untuk populasi asia, IMT >= 24 kg/m2 sudah dikategorikan kelebihan berat badan," ucap Cindya.
Kemudian, kata dia, rendahnya aktivitas fisik, tingginya konsumsi makanan cepat saji dan makanan atau minuman yang tinggi gula dan pemanis meningkatkan risiko diabetes.
"Terus riwayat keluarga. Studi menunjukkan keturunan pasien DM tipe 2 berisiko 30-70 persen berkembang menjadi DM tipe 2," kata dia.
Selanjutnya adalah berat badan lahir rendah atau kelahiran prematur. Berat badan lahir rendah dan bayi yang lahir prematur memiliki risiko lebih besar berkembang menjadi DM tipe 2.
"Terakhir kurang menerapkan pola hidup sehat setiap hari," kata dia.
Adapun beberapa gejala diabetes melitus yang dapat dirasakan adalah cepat merasa haus (polidipsi), sering buang air kecil (poliuri), dan cepat merasa lapar (polifagi).
"Kemudian penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya, pandangan mata kabur dan luka yang tidak kunjung sembuh," kata dia
Oleh karena itu, ia menyarankan individu dengan indeks masa tubuh >= 23kg/m2 disertai aktivitas kurang, adanya orang tua dengan diabetes melitus, penderita hipertensi dan hiperkolesterolemia, obesitas, wanita dengan sindrom polikistik ovarium, riwayat penyakit jantung, segera memeriksakan diri ke dokter.
"Kemudian individu berusia lebih dari 45 tahun dengan atau tanpa risiko tersebut, mereka yang berisiko tinggi dengan hasil pemeriksaan glukosa plasma normal, sebaiknya diulang setiap tiga tahun. Kelompok prediabetes, sebaiknya diperiksa ulang tiap satu tahun," kata Cindya.
Ia menuturkan bahwa mencegah lebih baik daripada mengobati dan mengobati lebih dini lebih baik daripada terlambat.
"Deteksi dan tatalaksana sejak dini akan menurunkan komplikasi," pungkas dia.
Baca juga: Ini dampak buruk konsumsi gula berlebihan pada bayi
Baca juga: Dokter ungkap panduan makan sehat, jaga gula darah stabil usai Lebaran
Baca juga: Dokter: Puasa tak berarti otomatis menurunkan gula darah dalam tubuh
Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024