Ketika hutan tempat hidup masyarakat adat tergerus oleh konversi lahan atau masyarakat terpapar modernisasi dan tidak siap dengan perubahan itu, menurut Direktur Program Yayasan KEHATI, Arnold Sitompul, tentunya kearifan lokal masyarakat setempat juga akan bergeser.
"Bagaimana masyarakat mengelola hutan dan kebudayaan itu digunakan untuk mngelola hutan akan hilang. Kalau adat hilang, human culture hilang," kata Arnold, saat ditemui di acara "Masa Depan Masyarakat Adat dan Hutan di Indonesia" yang diselenggarakan oleh The Body Shop di kawasan Senayan, sore ini.
Ketika masyarakat yang belum siap dihadapkan pada teknologi, perilaku mereka berubah. Arnold berpendapat, hal ini rentan karena masyarakat dapat diekploitasi oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan tertentu.
"Masyarakat yang terkikis modernisasi bisa melepas adat untuk kepentingan," katanya.
Untuk itu, ia menekankan pentingnya melestarikan masyarakat adat agar hutan juga tetap lestari. Ia tidak memungkiri ada sebagian pihak yang berpendapat masyarakat adat perlu diperkenalkan pada modernisasi.
Bila masyarakat adat tidak dijaga, ia khawatir kebudayaan dan kearifan lokal dalam menjaga hutan akan hilang. "Mereka sudah punya kearifan lokal, teknologi tradisional, memanfaatkan sumber daya hayati secara optimal."
Pendidikan kepada masyarakat adat menurutnya adalah cara membekali masyarakat adat dengan pengetahuan.
"Supaya mereka bisa mengambil keputusan dengan tepat," katanya.
Pada kesempatan itu, ia juga mengapresiasi Butet Manurung, penulis buku "Sokola Rimba", yang mendedikasikan dirinya untuk mengajar suku Anak Dalam di Jambi.
"Butet memberi bekal bagaimana mereka agar tidak mudah terpengaruh," katanya.
Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013