"Tidak, tidak seperti itu,"

Mataram (ANTARA) - Mantan Wali Kota Bima M. Lutfi menepis dakwaan jaksa penuntut umum terkait pembelian mobil mewah seharga Rp500 juta dari uang proyek untuk hadiah istri ulang tahun istrinya.

"Tidak, tidak seperti itu," kata M. Lutfi ke hadapan majelis hakim dalam sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Mataram, Senin.

Jaksa sempat memperlihatkan barang bukti dari saksi Rohficho Alfiansyah berupa percakapan via pesan WhatsApp yang menyatakan bahwa Lutfi menyuruh Muhammad Makdis membeli kendaraan roda empat tersebut.

Jaksa menyatakan dalam persidangan bahwa uang yang digunakan milik PT Risalah Jaya Konstruksi, perusahaan yang dipimpin Muhammad Makdis.

Meskipun telah menunjukkan barang bukti tersebut ke hadapan majelis hakim, terdakwa tetap tidak mengakuinya.

Persoalan pembelian satu unit mobil Toyota Vios sebagai hadiah ulang tahun Eliya, istri terdakwa ini tercatat dalam dakwaan terjadi pada 11 November 2019.

Pembelian itu berawal dari penarikan tunai uang termin proyek yang masuk ke rekening PT Risala Jaya Konstruksi sebesar Rp500 juta oleh Rohficho Alfiansyah.

Kala itu, Lutfi meminta langsung kepada Rohficho Alfiansyah untuk menyetorkan ke rekening lain PT Risala Jaya Konstruksi yang berada di bawah kendali Eliya.

Selanjutnya, Lutfi menghubungi adik iparnya, Muhammad Makdis agar mengeluarkan cek senilai Rp500 juta. Hal itu diminta untuk pembelian mobil Toyota Vios sebagai hadiah ulang tahun Elya.

Jaksa dalam dakwaan menjelaskan uang proyek yang digunakan untuk membelikan istrinya mobil mewah itu berasal dari pencairan termin pertama pekerjaan pelebaran jalan Nungga Toloweri Cs pada Bidang Bina Marga Dinas PUPR Kota Bima tahun 2019 dengan nilai kontrak Rp6,71 miliar.

Pelaksana proyeknya, PT Risala Jaya Konstruksi dengan kepala cabang Muhammad Makdis, adik ipar Lutfi. Pencairan termin pertama proyek pelebaran jalan itu senilai Rp2,76 miliar.

Jaksa penuntut umum dalam dakwaan menyatakan perbuatan Lutfi bersama Eliya menerima uang senilai Rp1,95 miliar dalam pelaksanaan pekerjaan proyek di lingkup kerja Pemerintah Kota Bima telah berlawanan dengan kewajiban sebagai penyelenggara negara.

Sehingga, penuntut umum mendakwa Lutfi dalam dua dakwaan alternatif. Pertama, atas perbuatan Lutfi mengatur dan menentukan pemenang proyek. Penuntut umum mendakwa Lutfi melanggar Pasal 12 huruf i juncto Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Kedua, atas perbuatan Lutfi bersama-sama dengan Eliya menerima "uang panas" senilai Rp1,95 miliar. Penuntut umum mendakwa Lutfi dengan Pasal Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024