Jakarta (ANTARA) - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa, ada sejumlah upaya yang perlu dilakukan guna mengatasi penyebaran arbovirus, atau virus yang menular dari serangga seperti nyamuk, yang pertama adalah edukasi.

Dalam Arbovirus Summit oleh Kementerian Kesehatan dan Kementerian Kesehatan Brazil yang disiarkan di Jakarta, Senin, Budi mengatakan edukasi adalah proteksi terpenting, karena hal itu dapat mengubah pola perilaku seseorang menjadi lebih sehat.

"Saat COVID, kami menyadari pentingnya memakai media sosial untuk mengedukasi masyarakat kita. (Media sosial) dapat menjadi hal yang baik atau buruk. Namun, jika sosial media kita tidak kuat, maka orang-orang yang antivaksin, semua hal-hal buruk tentang kesehatan, akan mendominasi pikiran publik," ujarnya.

Hal kedua, ujarnya, adalah kontrol terhadap faktor, contohnya terhadap anjing guna mengontrol rabies, seperti yang dilakukan di Nusa Tenggara Timur dan Timor Leste. Contoh lainnya, ujarnya, adalah implementasi nyamuk ber-Wolbachia seperti yang dilaksanakan oleh Brazil.

Baca juga: Menkes: Tiga masalah kesehatan yang sering dialami pemudik

Baca juga: Menkes tinjau pos pelayanan kesehatan Pelabuhan Ciwandan, Banten

Yang ketiga, ujarnya, adalah surveilans yang kuat, yang dilakukan oleh GISAID. Dia menyebutkan bahwa surveilans adalah salah satu kunci, karena ibarat perang, harus ada intelijen serta sistem radar yang baik, guna mengetahui ancaman yang menyerang. Dia menilai hal tersebut dapat dilakukan dengan adanya jaringan laboratorium kesehatan publik.

Dengan bantuan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) serta Bank Dunia, katanya, Indonesia mengembangkan jaringan laboratorium kesehatan di 514 kota dan 38 provinsi, serta enam laboratorium regional dan dua laboratorium nasional.

"Yang keempat adalah, jika ada vaksinnya, maka kita harus kembangkan vaksinnya. Dan sekarang, berkaca dari pengalaman saat COVID, vaksin dapat dikembangkan secara lebih cepat dengan menggunakan teknologi terkini," katanya.

Dalam sambutannya, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan bahwa cakupan geografis arbovirus semakin besar karena adanya urbanisasi, perubahan iklim, serta penambahan populasi nyamuk yang sangat cepat.

"Pada 2023, lebih dari enam juta kasus dengue dilaporkan secara global, dan sekitar tiga juta kasus sudah dilaporkan tahun ini, meskipun musim pancaroba paling intens belum mulai di sejumlah daerah," katanya.

Tedros mengatakan, pada 2022, WHO mencanangkan Gerakan Arbovirus Global untuk mendukung negara-negara dalam mempersiapkan diri, mencegah, serta mengontrol penyakit-penyakit tipe tersebut.

"Salah satu dari kebutuhan yang paling mendesak adalah menggabungkan surveilans genomik dalam surveilans arbovirus terintegrasi guna memonitor risiko dan mempercepat respons," katanya.*

Baca juga: Menkes sebut paparan flu singapura ditentukan daya tahan tubuh

Baca juga: Menkes: Implementasi nyamuk ber-Wolbachia mulai bergulir di lima kota

Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2024