Depok (ANTARA) - Dosen Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI) Dr. Meutia Irina Mukhlis mengatakan dalam deontologi teori filsafat moral yang menegaskan baik buruknya perilaku berdasarkan kewajiban praktik korupsi adalah suatu kecacatan dari segi moral dan etika.
"Korupsi, suatu tindakan yang oleh sistem etika manapun dinilai buruk atau tercela, namun telah menjadi suatu budaya di Indonesia. Ini menunjukkan adanya suatu distorsi dalam pemahaman kesadaran etika kita, di dalam budaya kita sendiri. Hal ini mengakibatkan suatu perbuatan tercela justru mendapatkan rasionalisasi dan kemudian dilanggengkan," ujar Dr. Meutia Irina di Depok, Senin.
Dari sudut pandang filsafat, situasi ini mengindikasikan adanya permasalahan yang sangat serius di Indonesia dalam hal korupsi. Kekuasaan tampaknya memanjakan sejumlah politisi, dan slogan-slogan untuk menyejahterakan rakyat di awal karier mereka akhirnya tinggal kenangan.
"Ada sebagian pejabat atau orang-orang yang memiliki posisi bermartabat di masyarakat yang seharusnya memberikan teladan, cenderung terlibat dalam praktik korupsi," katanya.
Ia mengemukakan bahwa pihak yang tidak ingin ikut serta dalam praktik korupsi justru rentan terkena sanksi sosial, karena dianggap bukan 'team player'. Sementara mereka yang turut serta dalam korupsi diberikan imbalan instan, seperti proyek dan kenaikan jabatan.
"Ini menandakan bahwa pemahaman tentang kesadaran etika atau moral di Indonesia terbolak-balik, yang benar menjadi salah, sementara yang salah menjadi benar. Ini sebenarnya berbahaya sekali di jangka panjangnya. Kita begitu merendahkan atau menyepelekan nilai dari kebenaran, kejujuran, dan keadilan," ujarnya.
Dr. Meutia menilai negara yang memiliki budaya korupsi yang rendah, seperti Singapura, telah memiliki kesadaran hukum yang tinggi karena para pelanggar aturan akan dihukum secara tegas.
Selain itu, pemerintahnya juga memiliki keseriusan dalam menjalankan negara dalam rangka memberikan pelayanan yang baik kepada rakyatnya. Akibatnya, rakyat merasakan manfaat yang diberikan oleh pemerintahnya dan dapat merasa bangga dengan pencapaian-pencapaian negaranya.
Menurutnya, sistem nilai yang buruk tidak akan pernah menghasilkan suatu bangsa yang maju dan kuat secara sehat. Dari sudut pandang filsafat, korupsi melemahkan ketahanan nasional, baik dari segi ekonomi, sosial, terutama moral.
Baca juga: Busyro Muqoddas: Pemberantasan korupsi adalah perjuangan etika
Baca juga: Dewan Penasihat MIPI: Etika jadi pilar ketiga tegaknya pemerintahan
Pewarta: Feru Lantara
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2024