Jambi (ANTARA News) - Bendahara Dinas Pendidikan Kota Jambi M Yamin mengatakan, pihaknya sedang melacak keberadaan bendahara UPTD Disdik Kecamatan Kota Baru yang dilaporkan telah menipu puluhan guru dalam soal pinjaman di Bank Perkreditan Rakyat setempat.
Menurut dia, Bendahara UPTD bernama Joko Saripudin dinyatakan telah tidak masuk kerja sejak dua bulan belakangan setelah menunggak pembayaran kredit pinjaman di EMPAT BPR, yang dilakukannya melalui berkas-berkas 30 orang guru.
"Kami masih terus mencari tahu keberadaannya. Jika terbukti dia sudah tidak masuk kerja sejak dua bulan lalu maka sesuai dengan PP 53 tentang PNS, yang bersangkutan bisa dipecat. Itu informasi terbaru dari hasil rapat iternAl kami dengan Kepala Dinas Pendidikan," katanya.
Selain dipecat, Joko juga terancam dipidana, sebab kasus penipuan terhadap puluhan guru dengan modus pinjaman kolektif di BPR itu sudah dilaporkan ke pihak kepolisian.
Yamin mengklarifikasi dugaan keterlibatannya dalam kasus pinjaman kolektif tersebut.
Ia mengtatakan sebagai bendahara induk di Dinas Pendidikan, tidak mengetahui soal pinjaman guru yang dikoordinir oleh bendahara UPTD, sebab pencairan gaji para guru dilakukan di UPTD masing-masing, tanpa melibatkan bendahara dinas.
"Saya mencairkan gaji PNS sesuai dengan jumlahnya secara kolektif di masing-masing UPTD, jika ada potongan bank atau lainnya, itu dilakukan oleh bendahara UPTD, tidak melibatkan saya lagi. Jadi jelas tidak ada keterlibatan saya," kata dia.
Ia juga membantah memberikan jaminan kepada para guru atas pinjaman Joko Saripudin di bank. Dia memberikan jaminan kepada para guru setelah mereka melakukan pernjanjian dengan Joko Saripudin.
"Jadi konteksnya, setelah mereka melakukan perjanjian, saya diminta untuk mengetahui perjanjian mereka itu," kata Yamin lagi.
Wakil Wali Kota Jambi Abdulah Sani mengaku sudah menerima laporan terkait penipuan yang dilakukan oleh bendahara UPTD terhadap para guru.
"Saya sudah menerima laporan, namun saya belum mendalami persoalannya. Tapi jika terbukti, maka yang bersangkutan jelas akan mendapatkan sanksi, baik sanksi sebagai PNS dalam hal ini adalah pemecatan maupun sanksi pidana," katanya.
Sebelumnya pada Kamis (21/11), belasan guru di Kota Jambi, mendatangi DPRD setempat guna mengadukan dugaan penipuan oleh Pembantu Bendahara UPTD Dinas Pendidikan, Kecamatan Kota Baru, terkait persoalan pinjaman mereka di sejumlah BPR setempat.
Seorang guru SDN 42 Kota Jambi Syukur, mengatakan, pihaknya merasa ditipu oleh Joko Saripudin, Bendahara UPTD, yang meminjam sejumlah uang ke sejumlah BPR dengan menggunakan nama dan dokumen pribadi milik mereka.
"Dia (Joko) mengatakan sedang memerlukan uang dan berencana meminjam SK PNS saya sebagai jaminan di bank dengan perjanjian akan dipulangkan dalam waktu enam bulan. Namun ternyata, setelah uang didapat dari bank, pada tagihan ke enam, pihak BPR menghubungi kami untuk membayar cicilan pinjaman," katanya.
Syukur yang mewakili puluhan rekannya mengatakan dalam perjanjian dengan Joko sebelumnya, cicilan akan dibayarkan langsung oleh Joko kepada BPR, sehingga mereka tidak perlu berurusan dengan pihak bank.
"Setelah enam bulan, ternyata tagihan bank justru datang kepada kami dengan alasan cicilan pada bulan ke enam itu belum dibayar. Padahal dalam perjanjian kami dengan Joko yang dibuat di atas materai, segala beban dan tagihan bank menjadi tanggungjawab dia," katanya sambil menyodorkan salinan pernjanjian dengan Joko.
Celakanya, hingga saat ini keberadaan Joko Saripudin, PNS dengan jabatan Pembantu Bendahara UPTD Dinas Pendidikan, Kecamatan Kota Baru, Jambi, tidak diketahui lagi.
"Dia sudah menghilang sejak dua bulan lalu. Sudah kami intai di rumahnya, dan di tempat-tempat biasanya dia berada, namun tidak ada, telpon dan SMS pun jarang dibalasnya. Sementara pihak bank terus mendesak agar kami membayar cicilan," kata dia.
Berdasarkan perhitungan sementara atas berkas yang diajukan oleh para guru diketahui, akumulasi pinjaman para guru tersebut mencapai miliaran rupiah, dengan rincian satu orang guru minimal meminjam Rp50 sampai dengan Rp80 juta.
"Nilai pinjamannya berbeda-beda, ada yang Rp50 juta, Rp70 juta dan Rp80 juta, dengan demikian angsurannya juga berbeda. Setahu kami saat ini ada sekitar 30 orang guru di UPTD Kota Baru yang menjadi korban Joko. Kabarnya di UPTD lain, termasuk pegawai teknis lain juga menjadi korban," kata Syukur.
Sebenarnya persoalan pinjam-meminjam uang dan berkas ini berangkat dari kepercayaan para guru kepada atasan (Bendahara UPTD), terlebih persoalan pinjaman ini juga diketahui oleh Bendahara Dinas Pendidikan Kota JAmbi, M Yamin dengan bukti tanda tangan yang bersangkutan di atas surat perjanjian.
"Kami percaya saja kepada Joko, dia memohon-mohon kepada kami dengan berbagai alasan, selain itu persoalan peminjaman ini juga diketahui oleh Bendahara Disdik Kota Jambi," katanya.
Seminggu lalu pihaknya sudah mengadukan persoalan ini ke Kepala Dinas Pendidikan Kota Jambi Rifai. Mereka berupaya menyelesaikan masalah ini secara internal dan melibatkan BPR.
"Namun belum ada penyelesaian, pihak BPR tetap mendesak kami harus membayar cicilan bank yang sudah ditentukan. Jelas kami keberatan, sebab kami juga banyak pinjaman lain yang harus dibayar di bank lain. Jika kami harus membayar cicilan di BPR yang uangnya telah digunakan oleh Joko, maka gaji kami akan habis dan bahkan minus, sebab tagihannya ada yang sampai Rp7 juta dan Rp9 juta perbulan dari empat bank," katanya.
Diketahui, Joko Saripudin tidak saja meminjam uang kepada satu bank, tapi empat bank. Bahkan ada beberapa orang guru yang langsung ke empat bank, sehingga angsuran pinjaman tersebut melebihi gaji mereka perbulan.
BPR yang menjadi sasaran Joko Saripudin itu adalah, BPR Kencana Mandiri, BPR Artha Prima, BPR Mitra dan BPR Pirma serta sebuah koperasi.
Direksi PT Bank Perkreditan Rakyat Artha Prima, Joni, tidak bersedia memberikan keterangan lebih jauh terkait persoalan tersebut.
Menurut dia, BPR mempunyai persatuan (Perbarindo) yang menaungi seluruh BPR, sehingga jika wartawan ingin meminta keterangan maka sebaiknya menghubungi persatuan BPR tersebut.
Namun, secara tidak langsung Joni mengakui persoalan yang sedang terjadi dengan sejumlah debitur yang berstatus guru di Kota Jambi itu.
"Kami memang sudah ada pertemuan sebelumnya dengan pihak Dinas Pendidikan dan sejumlah guru itu. Tapi kami belum bisa mengambil keputusan karena persoalan ini sedang bergulir," katanya.
Ia minta agar persoalan ini tidak perlu menjadi konsumsi publik yang diberitakan melalui media massa.
"Saya jadi heran, kenapa wartawan yang tiba-tiba datang kemari, bukannya yang bermasalah itu debitur kami," ucapnya.
Terkait besarnya jumlah pinjaman sejumlah guru yang disetujui oleh BPR, sehingga cicilannya ada yang mencapai Rp3 juta dan Rp4 juta, Joni mengatakan itu adalah pertimbangan BPR yang bersangkutan.
"Masing-masing BPR memiliki pertimbangan sendiri terhadap besaran pinjaman para debiturnya," katanya.
Sekali lagi Joni menolak menjelaskan apa pertimbangan BPR terhadap para guru yang sudah memiliki pinjaman di bank lain, namun masih melakukan pinjaman di bank milik mereka, bahkan ada beberapa guru yang meminjam di empat BPR sekaligus sehingga total cicilannya sampai ada yang mencapai Rp9 juta sebulan.
Pewarta: Nurul Fahmy
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013