Timika (ANTARA News) - Para pekerja asli Papua di PT Freeport Indonesia yang menamakan diri Papua Brotherhood meminta dukungan kalangan DPRD Mimika menyikapi rencana pemerintah untuk tidak lagi mengekspor konsentrat emas, tembaga dan perak ke luar negeri mulai 2014.
Rombongan pengurus organisasi Papua Brotherhood yang dipimpin ketuanya, Silas Natkime dan sekretaris Elimus Ubruangge bersama sejumlah pengurus lainnya diterima oleh Ketua DPRD Mimika Trifena M Tinal bersama anggota dewan lainnya, Senin.
Elimus Ubruangge mengatakan organisasi Papua Brotherhood dibentuk sebagai kepedulian pekerja asli Papua terhadap keberlangsungan perusahaan investasi asal Amerika Serikat itu.
Pasalnya, mulai 12 Januari 2014 pemerintah akan melarang pengiriman pasir konsentrat emas, tembaga dan perak ke luar negeri sebagaimana diatur dalam UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara.
Mengacu pada peraturan tersebut, semua konsentrat yang selama ini diekspor PT Freeport ke luar negeri harus dikelola di dalam negeri.
Menjadi soal, katanya, selama ini perusahaan smelter di Gresik, Jawa Timur hanya mampu menampung 30 persen konsentrat produksi Freeport. Sisanya diekspor ke sejumlah perusahaan smelter di berbagai negara.
Para pekerja Papua di lingkungan Freeport mengaku khawatir jika ekspor konsentrat emas, tembaga dan perak dibatasi bahkan dilarang maka akan berdampak luas.
Dampak yang bakal terjadi, katanya, yaitu adanya penumpukan material konsentrat di mana-mana terutama di Timika.
"Material tambang tersebut mau disimpan dimana, karena saat ini belum tersedia fasilitas untuk menampung material tersebut khususnya smelter. Itulah kekhwatiran kami sehingga membentuk organisasi Papua Brotherhood ini. Jika ekspor diberhentikan maka pasti akan terjadi adalah pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran terhadap karyawan PT Freeport Indonesia," ujar Ubruangge beralasan.
Sehubungan dengan itu, Ubruangge meminta pemerintah agar mempertimbangkan berbagai kondisi yang bakal terjadi tersebut.
"Penerapan kebijakan tersebut harus memperhatikan situasi dan kondisi masyarakat lokal serta karyawawan PT Freeport Indonesia. Apakah penerapannya saat ini sudah tepat atau harus diundur sampai beberapa tahun ke depan sambil menunggu proses negosiasi antara perusahaan dengan pemerintah," tutur Ubruangge.
Silas Natkime mengatakan keberadaan PT Freeport memberi manfaat bagi banyak pihak, baik pemerintah maupun masyarakat Papua, terutama masyarakat lokal di sekitar areal tambang.
Silas beralasan selama ini konsentrat yang mengandung biji emas, tembaga dan perak diekspor ke luar negeri agar harga jualnya lebih mahal dan hasil pendapatan Freeport bisa memberi keuntungan bagi banyak pihak.
"Pemerintah tidak boleh menerapkan Undang-Undang tanpa terlebih dahulu disosialisasikan kepada masyarakat. Freeport harus terus berada di Tanah Papua dan seratus persen orang Papua mendukung keberadaan PT Freeport di wilayah ini," tutur Silas yang juga merupakan putra dari pemilik ulayat atas area pertambangan Freeport di Tembagapura, Mimika itu.
Ketua DPRD Mimika, Trifena Tinal menyatakan mendukung penuh perjuangan Papua Brotherhood. (E015/A029)
Pewarta: Evarianus Supar
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013