Tentu tidak mungkin ATR/BPN bekerja sendirian. Kita harus mendapatkan dukungan penuh dari teman-teman di Kejaksaan, termasuk teman-teman di Kepolisian, belum lagi pemerintah daerah. Ini sebagai bukti bahwa urusan yang kompleks harus dihadapi melalui

Jakarta (ANTARA) - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY mengatakan perlu kerja sama lintas sektoral untuk memberantas mafia tanah di Indonesia.

Menurut dia, urusan pertanahan merupakan hal yang kompleks dan meliputi berbagai aspek, mulai dari wilayah hutan, laut, serta pantai.

Sehingga ia menilai penanganan masalah mafia tanah perlu bantuan dari instansi lain supaya pemberantasannya lebih optimal.

"Tentu tidak mungkin ATR/BPN bekerja sendirian. Kita harus mendapatkan dukungan penuh dari teman-teman di Kejaksaan, termasuk teman-teman di Kepolisian, belum lagi pemerintah daerah. Ini sebagai bukti bahwa urusan yang kompleks harus dihadapi melalui sinergi dan kolaborasi yang baik," katanya di Jakarta, Kamis.

AHY menyampaikan, sejak awal ia memimpin ATR/BPN ia terus berkonsultasi dengan para pakar, dan menteri yang terkait penanganan pertanahan. Upaya itu dilakukan agar Satuan Tugas (Satgas) Anti-Mafia Tanah yang dibentuknya mendapatkan masukan sehingga bisa bekerja secara maksimal.

"Saya menginginkan agar Satgas Anti-Mafia Tanah itu benar-benar bekerja secara efektif," ujar dia.

Lebih lanjut, ia mengatakan selama enam bulan ke depan merupakan masa yang penting untuk meyakinkan masyarakat bahwa target yang sebelumnya sudah ditetapkan di dalam pemerintahan saat ini, bisa diwujudkan hingga akhir masa jabatan.

"Kita ingin meyakinkan bahwa pemerintahan Presiden Joko Widodo ini bisa mencapai target-target yang ingin dituntaskan sampai dengan 2024," kata AHY.

Sebelumnya pada Sabtu (16/3), Satgas Anti-Mafia Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengungkap dua kasus mafia tanah yang terjadi di Kabupaten Banyuwangi dan Pamekasan, Jawa Timur.

Mengenai kasus di Banyuwangi, AHY menjelaskan soal penggunaan surat kuasa palsu dalam proses pemisahan sertifikat di Kantor Pertanahan kabupaten setempat.

"Kerugian sekitar Rp17,769 miliar dengan luas tanah 14.250 meter persegi. Potensi kerugian negara dari BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) dan PPh (Pajak Penghasilan) sebesar Rp506 juta," kata dia.

Sedangkan kasus di Pamekasan, fakta terhadap objek perkara terbit Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama orang lain.

Baca juga: AHY fokus percepat sertifikasi tanah dan pemberantasan mafia
Baca juga: AHY akan keliling Indonesia ungkap kejahatan pertanahan
Baca juga: Bamsoet dorong AHY koordinasi lintas pihak guna berantas mafia tanah
Baca juga: Satgas Anti-Mafia Tanah ungkap dua kasus di Jawa Timur

Pewarta: Ahmad Muzdaffar Fauzan
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2024