Samarinda (ANTARA) - Pengamat politik dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda Budiman memandang bahwa proses putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam kasus sengketa pemilihan umum yang sedang berlangsung cenderung berorientasi jumlah suara secara kuantitatif.
Baca juga: Pakar: Amicus curiae di penghujung sidang bentuk intervensi peradilan
Budiman menekankan bahwa dalam konteks hukum tata negara, keputusan harus didasarkan pada data dan fakta yang konkret, bukan sekadar persepsi.
Baca juga: Pakar hukum: Amicus curiae bukan alat bukti di sidang MK
Dalam persidangan MK, terungkap sejumlah kecurangan, termasuk masuknya data sebelum Pemilu dimulai.
Baca juga: Asosiasi Pengacara Indonesia di AS sampaikan "amicus curiae" ke MK
Ia juga mengingatkan bahwa dalam setiap kontestasi politik, pendukung dari semua capres seharusnya sudah siap menerima hasil, baik kalah maupun menang.
Baca juga: Selasa besok, KPU serahkan tambahan alat bukti pada sidang PHPU di MK
Dengan demikian, Budiman menyarankan agar semua pihak menunggu hasil keputusan MK dengan tenang dan menghormati apapun hasilnya nanti.
Baca juga: Bawaslu terus mantapkan persiapan hadapi sidang PHPU di MK
Tahapan berikutnya, pengadilan MK dijadwalkan untuk mengucapkan putusan atau ketetapan pada 22 April 2024. Sesuai dengan prosedur yang berlaku, putusan harus diputuskan paling lambat 14 hari kerja sejak permohonan dicatat dalam sistem Buku Registrasi Perkara Konstitusi Elektronik (e-BRPK).
Baca juga: Airlangga: Pemerintah berkoordinasi untuk sampaikan keterangan di MK
Baca juga: Sri Mulyani percaya forum di MK jadi cara merawat nalar publik
Pewarta: Ahmad Rifandi
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2024